Perbedaan mempertemukan kita pada suatu pertemuan yang sama sekali tak pernah kuduga. Di awal Bulan Juni yang sunyi sejuk, selepas hujan datang dengan santunnya kepada bumi dan khalayak semesta. Seindah puisi Hujan di Bulan Juni yang habis kubaca pagi tadi dan pastinya semerbak melati yang putih dan bersih. Ternyata, rencana Tuhan begitu baik, melepaskan rasanya dengan perindu yang menancap ke hati. Ketika aku dan dirimu diperkenankan untuk ada dalam satu kondisi yang sama, tapi dalam Aamiin yang berbeda.
Kita tak saling mengenal, hanya dua insan yang asing satu sama lain. Tak jua dalam satu atap apalagi untuk saling menetap dan menatap dua bola mata sendumu. Kala aku melafalkan dua kalimat Syahadat dan kau melafalkan doa Aku Percaya. Saat itulah, mungkin Tuhan menggariskan kita untuk bertemu, saling mengenal dan akhirnya saling menatap dalam perasaan yang selalu ingin menetap. Akan tetapi, bukan dalam satu atap untuk memanjatkan doa dan mengamini hal yang sama, di antara Baitullah dan Vatikan.
Keyakinan kita terbelenggu dengan lipatan tanganmu dan tanganku yang menengadah pada langit. Janjimu pada Kudus dan janjiku pada Rabbku, cinta beda agama yang menyisakan luka dan rahasia. Memberikan rasa dengan seribu uraian cinta dan kasih, merangkul perbedaan kita untuk melebur, tapi tidak bisa karena kita tidaklah sama. Terlalu tinggi sekat yang memisahkan dan terlalu dalam jurang yang menanti kita di bawah sana. Lagi-lagi Tuhan mempertemukan kita dengan seribu tanya pada hati dan raga yang tak mampu menjawab pertanyaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H