Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji yang Bercerita

21 Juli 2021   21:27 Diperbarui: 21 Juli 2021   21:43 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Berbicara dengan hal ini, aku menjadi teringat pertanyaan yang paling kuhindari ketika di sekolah. Bu Rima wali kelasku selalu menyudutkan kami dengan pertanyaan itu. Ia bertanya, tentang cita-cita kami di masa depan. Pertanyaan yang sama dengan beragam jawaban dari teman-teman sekelasku. Di antara mereka ada yang bercita-cita menjadi seorang dokter, insinyur, guru seperti Bu Rima, dan aparatur negara. Menariknya, ada beberapa temanku yang berkeinginan menjadi suami atau istri yang baik di kemudian hari. Aku berpikir, mungkin yang mereka maksud seperti Solihin dan Siti saat ini. Seperti hari lalu, aku selalu mencari alasan untuk menghindari giliranku untuk menjawab. Tapi, hari itu aku tidak bisa pergi, Bu Rima mencurigai gelagatku yang ingin kabur. Ketika aku meminta izin padanya untuk buang hajat, Bu Rima tidak memberi izin. Padahal, aku sudah memegang bokong dan perut yang seakan-akan meledak-ledak di dalamnya.

            Namun, waktu tidak berkata demikian. Ketika satu pertanyaan pembuka berhasil aku lewati dengan mengelus dada, pertanyaan selanjutnya semakin mendalam dan pada akhirnya sampai pada pertanyaan terakhir. Setengah jam berlalu Bu Rima telah mengulang pertanyaan padaku sebanyak 28 kali. Serta, sebanyak 28 kali juga aku bengong dengan tatapan kosong menatap ke arah pentungan kayu, di balik punggung Bu Rima. Mungkin, Bu Rima telah bosan menunggu jawaban dariku, ia pun berjalan menyusuri temanku yang lain. Meskipun, jawabannya harus tergantikan dengan pentungan kayu yang melayang ke tangan dan kakiku, masing-masing tiga kali, layaknya berwudhu selepas berhadas.

            Sebenarnya, aku telah berjanji untuk menjawabnya di suatu hari nanti. Entah kapan aku akan menepatinya, tapi aku berjanji dan bersungguh-sungguh dari dasar hati. Setiap minggunya, aku berjalan-jalan kecil di lampu merah Tomang, seraya mengucapkan janjiku pada Tuhan. Dan setiap ada bunyi klakson mobil yang berdesakan, aku akan menepi sejenak untuk berdoa. Sampai pada saatnya klakson itu diam kembali, aku akan turun dari trotoar dan kembali menjajakan kaki dan tanganku yang telah dipukul Bu Rima. Di depan kaca-kaca mobil berfilm hitam, aku membawa tumpukan koran, sebagai pengganti televisi dalam mobil yang kutawari. Meskipun, tidak semua tertarik dengannya karena menurut mereka radio lebih sedap untuk didengarkan daripada berbudaya literasi.

            Sampai hari itu tiba, aku dapat menjawab pertanyaan Bu Rima padaku. Cita-citaku yang tidak lebih dari cita-cita Solihin dan Siti. Tidak juga melebihi kehendak Tuhan karena menurutku Tuhan lebih tahu hal yang terbaik daripada hamba-Nya. Menjadi seorang pelayan bagi rakyat biasa yang lahir dari rakyat biasa dan dewasa seperti rakyat biasa. Aku tidak menamai diriku sebagai orang lain karena aku adalah diriku sendiri. Dengan perpaduan sifat seperti Solihin yang melayani tuannya dengan keramahan hatinya, serta kejujuran yang ia tumbuhkan. Dan sudah jelas kepatuhan dan kelembutan, layaknya seseorang yang bernama Siti. Meski, kerap tegas dan terbilang kejam, tapi semua itu telah menumbuhkan aku. Seorang anak penjaja koran lampu merah yang dikenal sebagai anak Solihin dan Siti, di antara pendiri negeri yang duduk di istana saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun