Hiruk-pikuk pelabuhan, kapal memutar mesin mengangkut penumpang. Wajah-wajah berjajar menawar makan dan menawar segalanya. Yang menawar tersenyum, yang ditawar memayun. Penumpang-penumpang melangkah, sambil memeluk tas dan mengangkat kertas-kertas. Mana kursiku?, ini punyaku!, suara memekik saling menatap.
Duduk berjejer, memangku, menaruh barang-barang berharga. Â Menghiraukan manusia-manusia, lalu enggan saling menyapa.
Setiap tangan memegang media, menatap, senyum menggila. Entah berantah manusia lupa, sosial menjadi termedia. Â Dekat tak berbicara, jauh saling mengaca, lalu ramai seperti gila
Lorong-lorong mulai legang, mesin mulai dikencangkan. Suara manusia mulai hilang. Namun, bertambah hiruk-pikuk.
Media-media mulai bising mengalahkan mesin, diputarkan, hilangkan rasa, dan terlena. Peduli atau tidak bukan pilihan lagi.
Mata melihat, hati merasa, adab menghilang, dunia tidak luas lagi, sosial telah dipindahkan, sapa-sapa mulai jarang, menyisa kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H