Mengajar di Prodi Bahasa Indonesia punya tantangan tersendiri, terutama dalam rangka menghasikan lulusan yang punya skill dalam berbicara dan menulis. Kedua keterampilan ini sangat dibutuhkan di masyarakat. Buktinya masih banyak orang yang takut berbicara dan menulis. Artinya, masih cukup langka orang yang terampil dalam berbicara dan menulis. Â Itu tidak lepas karena belum maksimalnya kompetensi dan keterampilan yang dimiliki.
Sebagai seorang dosen, saya memiliki PR besar dalam menghasilkan lulusan yang terampil dalam berbicara dan menulis. Selama karir saya sebagai dosen. Dua hal ini selalu menjadi PR terbesar yang harus saya selesaikan setiap tahun.Â
Salah salah metode yang saya ajarkan ke mahasiswa untuk menumbuhkan keterampilan dalam menulis adalah berlatih untuk menghasilkan "Kata Berjiwa". Metode ini mungkin terdengar bombastis, namun sesuai dengan istilahnya memang demikian. Kadang mahasiswa harus berpikir dua jam untuk menghasilkan beberapa kata yang memiliki makna yang tidak biasa-biasa.
Tahap yang saya lakukan dalam menggunakan metode kata berjiwa ini adalah:
Pertama, menjelaskan kepada mahasiswa apa yang dimaksud kata berjiwa. Istilah kata berjiwa ini saya temukan saat saya menjadi mahasiswa S1. Sebenarnya sederhana, dua kata yang digabungkan dan menghasilkan makna baru atau makna konotasi. Misalnya, kata "Ombak" disandingkan dengan kata "Rindu" menjadi ombak rindu. Akan tetapi tidak sesederhana itu saat dipraktikkan. Dibutuhkan imajinasi yang kuat dan kosa kata yang banyak.
Kedua, meminta mahasiswa membuat kata berjiwa minimal 10 kata dengan durasi waktu 10. Di fase ini, wajah-wajah mahasiswa saya mulai berubah serius. Aku biasanya membiarkan mereka bereksprimen.Â
Ketiga, mengecek hasil mereka. Tahap ini adalah tahap yang sangat membahagiakan. Sungguh kreatifitas mahasiswa beragam dan tidak disangka-sangka. Tidak ada hasil yang sama. Semua mengandalkan suduat pandang mereka measing. Biasanya mahasiswa yang sudah selesai merasakan kebahagiaan. Ada wajah yang puas.
Keempat, berbagi sesama teman. Aku langsung meminta mereka untuk membagikan karya mereka ke teman di dekatnya. Mungkin terkesan sepele, namun fase ini penuh makna. Ini dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri kepada setiap mahasiswa. Biasanya, tidak mau menulis itu bukan hanya soal kemmapuan merangkai kata, namun biasanya tidak percaya diri bahwa sudut pandang dan karya yang dihasilkan mahasiswa adalah spesial dan bermanfaat. Aku meyakini, jika mahasiswa biasa berbagi karya di dalam kelas, maka dapat dipastikan dia akan menikmati dunia kepenulisn.
Sejauh yang yang aku alami, metode ini cukup efektif untuk membuat mahasiswa lebih produktif dalam menghasilkan kata baru. Jika metode ini terus dilatih, perbendaharaan kata mahasiswa semakin bertambah, sehingga berdampak pada produktifitas mereka dalam menulis terutama dalam menulis fiksi.
Terima kasih
Sorong, Papua Barat 14 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H