Mohon tunggu...
Usep Setyawan
Usep Setyawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Insan yang selalu dinamis akan dinamika zaman yang kian menuntut untuk meningkatkan kualitas individual.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Akselerasi!

26 Februari 2014   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin padat manusia di bumi tentu menimbulkan suatu persaingan yang tidak dapat dianggap remeh. Seperti yang diketahui, kini dunia telah mengubah wajahnya menjadi lebih keras. Perebutan untuk menjadi pemenang dalam persaingan tersebut terkadang menempuh jalan yang tidak seharusnya dilakukan. Demikianlah pilihan hidup yang diambil oleh sebagian manusia yang menyerah dalam menghadapi kenyataan hidup dengan langkah yang tak sehat. Secara materi manusia tersebut meraih dengan keberlimpahan, namun cenderung merugikan manusia-manusi lain yang sebenarnya juga memiliki keinginan yang sama.

Deskripsi di atas agaknya cukup membingungkan pembacanya. Yah, memang demikialah yang aku tulis. Masih abstrak penjelasannya karena kurang "menggigit" pada aspek kongkritnya. Saya hanya menulis secara mengalir tanpa menimbang sisi tata konsep yang jelas. Akan tetapi, bagi pembaca yang jeli, kiranya dapat menarik kesimpulan atau konklusi atas tulisan pada paragraph awal di atas dengan pemahaman yang cukup tepat sesuai dengan maksud saya.

Tak perlu membahas secra melebar tentang tulisan di atas. Saya akan mengajak pembaca menukik ke permasalahan yang perlu kita renungi bersama. Permasalahan hidup yang sifatnya fluktuatif. Dikatakan fluktuatif mengingat terkadang kita berada pada kondisi yang menyenangkan, terkadang pula terjerembab pada kondisi yang menyedihkan. Mirip gambar gelombang di oskiloskop, naik turun. Itulah hidup…

Kita berada di antara jutaan manusia di bumi ini. Manusia tentu memerlukan kebuthan yang beraneka ragam untuk mencapai kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, manusia juga tidak dapat meninggalkan manusia lain dalam memenuhi kebutuhannya, maka disebut sebagai makhluk social. Di sisi lain, kita tak bisa menafikkan bahwa kita juga harus bersaing. Bersaing dengan mengoptimalkan upaya kita dalam menggapai kemenangan. Kemenangan tersebut, bukan kemenangan dalam "membantai" manusia lain. Maksud saya, kemenangan dalam merebutkan posisi dalam persaingan tertentu. Semua itu dapat dilakukan apabila kita melejitkan suatu kemampuan diri.

Lebih rinci lagi, misalnya, manusia membuthkan pekerjaan, akan tetapi fakta yang dihadapi ternyata lapangan pekerjaan sangat minim. Mau tidak mau manusia yang bersangkutan berebut dengan yang lainnya agar dapat masuk ke tempat pekerjaan yang ada. Jika mampu mengngguli lawannya, maka berhak bekerja di tempat pekerjaan yang dituju tersebut.

Contoh di atas hanyalah bagian dari jutaan persaingan yang ada dalam kehidupan manusia. Pastinya, manusia di era sekarang semestinya meimkirkan APA YANG HARUS DILAKUKAN AGAR DAPAT MENGUNGGULI MANUSIA LAIN SEBAGAI BENTUK KEMENANGAN. Kondisi zaman yang menuntut keahlian manusia adalah sekarang ini. Jika keahlian tak dimilki, bagaimana bisa MENANG?.

Exit to happy zone! Itulah sekiranya yang harus dilakukan.  Manusia pada umumnya lebih memilih zona nyaman dalam mengarungi kehidupan. Sedangkan samudera tantangan yang tersedia sedikit sekali yang mau berkecimpung dengannya. Padahal, tantangan adalah ladang untuk menuju kesuksesan, yang tentunya akan membawa pada kemenangan terhadap persaingan yang ada. Maka keluarlah dari zona nyaman, keluarlah dari zona bersenang-senang!.

Segeralah berakselerasi! Yah, jika kita ingin unggul dalam persaingan hidup maka kunci yang efektif adalah akselerasi atau percepatan. Jika manusia menjalani suatu aktivitas yang biasa, maka kita lebih dari mereka, harus luar biasa. Sebagai missal, di sekolah, seorang anak yang hanya belajar biasa-biasa saja maka hasilnya ya sesuai dengan upayanya tersebut. Akan tetapi, berbeda jika anak tersebut melakukan gebrakan beraktivitas belajar yang tidak dilakukan teman-teman lainnya, yakni salah satunya dengan menambahkan waktu belajarnya. Atau juga, anak tersebut rakus akan buku-buku dengan membacanya. Alhasil, ia memiliki pengetahuan yang lebih dibanding teman-temannya.

Contoh diatas, sekali lagi saya tegaskan, hanyalah setetes dari samudra upaya manusia dalam menaikkan kualitas diri dengan dalih supaya mampu unggul. Jika keseluruhan manusia di dunia ini melakukan hal di atas, tak dapat dimungkiri, dunia ini sesak dengan manusia-manusia unggul.

Tinggalkan kesenangan-kesenangan yang melenakan kita. Perlu disadari, hal itu cenderung membunuh kita sehingga kita hanya menjadi manusia yang hanya mengekor kepada yang lain. Kemalasan semakin menggerogoti diri kita jika tak segera kita tepis dengan ketekadan yang membaja. Mari ubah kebiasaan kita yang tadinya biasa-biasa menjadi luar biasa.

(tulisan mengalir tanpa mempertimbangkan unsur-unsur kepenulisan yang benar, semoga dapat diambil maksud dari tulisan di atas dan bermanfaat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun