Sudah tiga kali saya memijakkan kaki di kota yang mendapatkan julukan kota wali ini dan makanan ini selalu menjadi makanan yang tidak pernah absen tersaji sebagai hidangan sarapan saya. Belum khatam rasanya bagi kalian yang sedang berkunjung ke Kota Cirebon jika kalian tidak mencoba hidangan satu ini. Docang lah hidangan yang saya maksud yang sudah dikenal sebagai makanan khas Cirebon yang sudah ada sejak abad ke-15 masa dimana Wali Songo sedang menyiarkan agama Islam di kota Cirebon. Asal usul makanan ini konon mengandung misteri dimana sejarah terciptanya Docang bertujuan untuk meracuni para Wali Songo yang keberadaannya dalam menyebarkan agama Islam ini tidak disukai oleh Pangeran Rengganis. Namun makanan yang dihidangkan kepada Wali Songo yang saat itu sedang berkumpul di Mesjid Agung Sang Cipta Rasa justru menjadi makanan yang mereka sukai. Racun yang dimasukkan ke dalam Docang tidak berdampak dan malah membuat para Wali ketagihan sehingga makanan ini disebut kuliner penuh misteri.
Hidangan yang terdiri dari potongan lontong, irisan sayur-sayuran, dan parutan kelapa ini dipadukan dengan kuah dage atau yang lebih familiar kita sebut oncom ini menciptakan sensasi rasa gurih. Selain itu sesuai dengan namanya yang berasal dari kata bodo (oncom) dan kacang (taoge) potongan lontong yang lembut bertemu dengan renyahnya kacang tanah membuat saya merasakan keunikan dari pertemuan dua tekstur makanan tersebut. Kuah yang meresap ke dalam nasi membawa citarasa yang mendalam, memberikan harmoni yang tak terlupakan di setiap sendokannya. Saya benar-benar terhanyut oleh kelezatan dan kehangatan hidangan ini.
Akan tetapi ada sedikit cerita sebelum saya bisa benar-benar merasakan kenikmatan dari makanan ini. Saat itu saya yang berasal dari Jogja ini sedang berkunjung ke rumah sahabat saya yang berada di Cirebon dan ibunda dari sahabat saya bertanya "Dik kalian mau sarapan apa pagi ini?" saya pun menjawab "Saya mau coba makanan yang khas dari Cirebon tante, apa ya?" lantas makanan ini yang beliau sarankan kepada saya. Pada suapan pertama saya langsung berpikir saya seperti sedang sakit. Alasan saya berpikir begitu dikarenakan entah kenapa rasa dari sayur yang menyatu dengan kuah gurih itu lebih dominan yang menciptakan sensasi makanan orang sehat. Dan saat ditanya bagaimana kesan saya dengan makanan ini adalah saya sepertinya tidak akan makan ini lagi.
Kedua kali saya kembali singgah ke rumah sahabat saya, Docang kembali tersaji sebagai sarapan saya dan kesan makanan sehat masih terpatri di pikiran saya. Baru di kali ketiga saya menyantap hidangan ini sebagai sarapan dengan teman yang berasal dari Ngawi, saya akhirnya bisa merasakan enaknya cita rasa yang ada pada makanan ini. Kebalikannya dengan teman saya yang baru pertama kali mencoba, seperti melihat refleksi diri saya saat ketika pertama kali mencoba Docang ia sepertinya kurang menyukai makanan ini. Saya jadi berpikir apakah lidah kami baru bisa memahami makanan ini jika sudah beberapa kali menyantap? Tentu terdapat alasan mengapa saya berpikir demikian karena fakta bahwa ibunda dari sahabat saya yang berasal dari Jogja saat pertama kali mencicipi makanan ini juga berpikir rasanya lucu dan tidak ia sukai, namun setelah lama tinggal di Cirebon hidangan inilah yang selalu beliau rekomendasikan ke tamu-tamu yang berkunjung.
Dengan tulisan ini saya memberikan saran kepada teman-teman yang sedang berkunjung ke Cirebon untuk mencoba Docang yang menjadi kuliner khas yang merupakan  warisan rasa lokal dan kearifan lokal yang dijaga dengan sangat hormat. Dengan memakan Docang kalian akan merasa telah melakukan perjalanan kuliner yang mengungkap kekayaan budaya dan kelezatan asli dari Cirebon, sebuah kota yang sangat beragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H