Kasus tragis di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, di mana seorang remaja berusia 14 tahun ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan ayah dan neneknya, serta melukai ibunya, telah menggemparkan masyarakat. Remaja berinisial MAS ini, yang dikenal sebagai anak pendiam dan pintar, mengaku menyesal atas perbuatannya. Ia bahkan menitipkan pesan untuk ibunya, "Salam buat Mama, aku minta maaf".
Peristiwa ini bukan hanya menyayat hati, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar: apa yang memicu tindakan sekejam itu? Lebih penting lagi, bagaimana mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan?
Belajar dari Data dan Fakta
Kasus pembunuhan orang tua (parricide) adalah fenomena langka, hanya mencakup 1,7%-4% dari total kasus pembunuhan di dunia. Namun, kasus ini menggarisbawahi persoalan yang lebih luas: tekanan mental pada remaja dan dinamika keluarga yang tidak sehat.
Data dari WHO menunjukkan bahwa 10-20% anak dan remaja di dunia mengalami masalah kesehatan mental, dan 50% di antaranya bermula sebelum usia 14 tahun.
Menurut para pakar, parricide sering kali berakar dari konflik berkepanjangan dalam keluarga, yang diperparah oleh kurangnya komunikasi efektif dan dukungan emosional.
Pentingnya Perhatian pada Kesehatan Mental
Kasus MAS menunjukkan perlunya perhatian lebih pada kesehatan mental remaja dan pola asuh keluarga. Dukungan psikologis yang memadai dapat membantu mendeteksi dan mengatasi emosi negatif sebelum berkembang menjadi perilaku destruktif. Save the Children menyoroti pentingnya layanan kesehatan mental bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.
Selain itu, masyarakat perlu menghilangkan stigma terhadap kesehatan mental. Mendapatkan bantuan psikologis bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah bijak untuk menciptakan keluarga yang lebih harmonis.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Untuk mencegah tragedi seperti ini terulang, langkah-langkah berikut dapat diambil: