Tiga hari yang lalu, jutaan masyarakat Indonesia menyalurkan hak pilihnya dalam Pilkada serentak. Mereka mendatangi TPS dengan harapan, memilih pemimpin yang mampu membawa kesejahteraan pada daerah maupun masyarakatnya. Di balik euforia ini, ada sebuah hakikat kehidupan yang dapat dijadikan pelajaran, yaitu bahwa hidup tentang memilih.
Sejak membuka mata di pagi hari, kita dihadapkan pada beragam pilihan. Apa yang akan kita lakukan hari ini? Bagaimana kita menyikapi sebuah masalah? Atau, pilihan kecil seperti apa yang akan kita makan untuk sarapan. Pilihan-pilihan ini, sekecil apa pun, adalah hal yang pasti kita hadapi dalam hidup kita.
Allah SWT pun menegaskan hakikat ini dalam Al-Qur'an, "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah..." (QS Al-Baqarah: 256). Ayat ini adalah pengakuan tentang kebebasan manusia dalam memilih jalan hidupnya.
Namun, ada hal lain yang sering dilupakan: kebebasan memilih tidak berarti kebebasan dari konsekuensi.
Kita diberi kebebasan untuk memilih, tetapi tidak dengan akibat dari pilihan itu. Jika seseorang memilih untuk tidak belajar, maka ia harus menerima risiko tertinggal. Jika seseorang memilih pemimpin tanpa memahami rekam jejaknya, maka ia harus siap menghadapi konsekuensi dari kepemimpinan yang mungkin mengecewakan.
Stephen R. Covey, seorang ahli pengembangan diri, pernah berkata, "Kita adalah produk dari pilihan kita, bukan keadaan kita." Hidup tidak pernah dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada kita, melainkan bagaimana kita memilih untuk meresponsnya.
Lantas, apa yang membuat sebuah pilihan menjadi baik? Jawabannya sederhana: pengetahuan dan kebijaksanaan.
Salah satu kesalahan umum dalam hidup adalah memilih berdasarkan emosi atau desakan sesaat. Misalnya, dalam Pilkada, banyak orang memilih karena popularitas, hubungan pribadi, atau iming-iming materi. Padahal, seperti yang dikatakan Aristoteles, "Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan pengetahuan."
Pengetahuan memberikan kita kemampuan untuk memisahkan yang benar dari yang salah. Ia adalah cahaya yang menerangi jalan hidup kita, membantu kita membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga orang lain. Tanpa ilmu, pilihan kita menjadi seperti menyeberang jalan dalam gelap---berisiko dan berbahaya.
Sebagai manusia yang diberi akal dan hati, kita tidak boleh sembarangan dalam memilih. Baik dalam urusan dunia maupun akhirat, setiap pilihan kita memiliki dampak jangka panjang. Pilihlah dengan hati yang tenang, pikiran yang jernih, dan bekal ilmu yang cukup.