Kalau diibaratkan, dunia yang dihuni jutaan manusia bagaikan lautan luas dan dalam. Di dalamnya ada beragam ikan yang beraneka warna, bentuk, dan ukuran. Ada yang gemerlap berwarna-warni, menarik perhatian dengan kilauannya. Ada yang memilih bersembunyi di balik bebatuan karang, tenang dan damai. Ada pula yang menjadi predator bagi ikan lainnya.
Begitupun manusia, ia dinilai oleh manusia lainnya dari karakternya. Dalam Islam karakter ini lebih dikenal dengan istilah akhlak. Kemuliaan seorang manusia dinilai dari akhlaknya.
Imam Syafii memberi nasihat,
"Kemuliaan seseorang dilihat dari tiga hal: Pertama, mampu menyembunyikan kefakiran atau kekurangan sehingga manusia mengira kamu termasuk orang yang tercukupi kebutuhannya. Kedua, menyembunyikan amarah sehingga manusia menyangka bahwa kamu termasuk orang yang rida (menerima dengan lapang dada). Ketiga, menyembunyikan kesusahan sehingga orang lain mengira kamu orang yang nyaman dalam menjalani kehidupan ini".
Menyembunyikan Kefakiran
Orang yang menyembunyikan kefakirannya bukanlah sedang berpura-pura. Ia lebih memilih untuk tidak menjadikan kekurangannya sebagai beban bagi orang lain.
Ia sadar, bahwa hidup ini penuh dengan pasang surut. Ada kalanya kita berada di atas, namun tak jarang pula kita berada di bawah. Dengan menyembunyikan kekurangannya, ia mengajarkan kita tentang kesederhanaan dan kepuasan. Bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu diukur dari banyaknya harta benda, melainkan dari ketenangan hati dan rasa syukur.
Menyembunyikan Amarah
Marah adalah emosi yang wajar dirasakan oleh setiap manusia. Namun, membiarkan amarah menguasai diri hanya akan membawa petaka.
Orang yang mampu mengendalikan amarahnya adalah orang yang bijaksana. Ia tahu bahwa kata-kata yang terucap saat marah bisa menyakiti hati orang lain. Dengan menyembunyikan amarahnya, ia menunjukkan sikap ikhlas dan lapang dada. Ia mengajarkan kita untuk selalu berpikir positif dan mencari solusi atas setiap masalah, bukan malah memperkeruh suasana.