"Lebih baik sibuk menghindari dosa daripada sibuk mencari pahala."
Sekilas kalimat di atas seperti paradoks, tapi jika direnungkan lebih dalam, kalimat tersebut mengandung kebijaksanaan yang mendalam tentang tujuan hidup kita di dunia.Â
Setiap Muslim telah memahami dan menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, sebuah perjalanan menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Namun seringkali kita terjebak dalam pemahaman yang salah bahwa kebahagiaan di akhirat ditentukan oleh banyaknya pahala.Â
Namun, mari kita telaah. Ketika seseorang terlalu sibuk mencari pahala, ada kemungkinan ia terjebak dalam ilusi bahwa jumlah amal yang ia kumpulkan dapat menjamin tempatnya di surga. Memang, tidak salah mencari pahala, tetapi bagaimana dengan niat dan hati yang melandasi perbuatannya? Apakah amal tersebut dilakukan dengan keikhlasan atau hanya untuk "mencetak poin" di hadapan Tuhan?
Di sisi lain, menghindari dosa adalah upaya untuk menjaga kemurnian hati dan tindakan. Dosa, sekecil apa pun, memiliki dampak besar pada jiwa seseorang.
Setiap dosa ibarat debu yang mengotori hati. Semakin sering berbuat dosa, semakin kotor dan menyebabkan hati tertutup.
Kita mungkin sering membaca atau mendengar pepatah berikut, "Mencegah lebih baik daripada mengobati." Prinsip ini juga berlaku dalam kehidupan spiritual. Menghindari dosa adalah bentuk pencegahan, menjaga diri dari luka batin yang bisa mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.
Selain itu, terlalu fokus pada perhitungan pahala bisa membuat seseorang kehilangan makna dari ibadah itu sendiri. Pahala seharusnya menjadi bonus dari setiap kebaikan yang kita lakukan, bukan menjadi tujuan utama. Sebaliknya, menghindari dosa adalah usaha untuk memurnikan niat, menjaga agar hati dan tindakan kita selaras dengan kehendak Tuhan. Jika seseorang hanya berorientasi pada pahala, ia mungkin melupakan esensi sejati dari kebaikan: kerendahan hati, keikhlasan, dan kebersihan niat.
Menghindari dosa juga mengajarkan kita untuk lebih reflektif dan sadar diri. Kita akan lebih sering bertanya pada diri sendiri: Apakah tindakan ini benar? Apakah saya telah menyakiti orang lain dengan kata-kata atau perbuatan saya? Apakah ini akan membawa saya mendekatkan diri kepada Tuhan atau menjauhkan saya dari-Nya?
Dengan menjadi lebih sadar akan potensi dosa, kita menjadi lebih berhati-hati dalam bertindak, berpikir, dan berbicara. Pada akhirnya, ini membentuk karakter yang lebih baik, pribadi yang lebih matang secara spiritual.