Sudah sepekan Andi tinggal di dusun Talangsari. Di rumah teman kuliahnya yang bernama Supri.
Sebagai mahasiswa jurusan antropologi, ia sangat antusias untuk mengenal lebih dekat budaya dan tradisi masyarakat dusun tersebut, setelah mendengarnya dari Supri.
Suatu malam, Andi terbangun karena ingin buang air kecil. Saat hendak ke kamar mandi yang ada di luar, ia mendengar sayup-sayup suara gamelan dari kejauhan. Melodinya begitu indah namun mencekam, membuat bulu kuduknya meremang. Untuk beberapa je nak ia terdiam, memastikan telinganya tidak salah mendengar.Â
Keesokan paginya, Andi bertanya kepada Supri. Tetapi Supri tidak mau menjawab. Bahkan gestur tubuhnya seolah meminta Andi untuk tidak mempertanyakan hal itu.
Tentu saja Andi tambah penasaran. Ia pun bertanya pada beberapa warga tentang suara gamelan tersebut, tetapi tidak ada yang mau berbicara. Wajah mereka tampak ketakutan dan mereka hanya menyarankan Andi untuk tidak memikirkannya.
"Ini hanya cerita lama, Nak. Lebih baik lupakan saja," kata seorang warga dengan nada meminta.
Namun, bukan Andi kalau tidak ingin mendapatkan jawaban. Ia mendatangi kepala dusun sekaligus sesepuh dusun tersebut.Â
"Jangan dekati suara gamelan itu, Nak," nasihat Pak Karto, kepala dusun yang menyambut kedatangan Andi. "Setiap malam bulan purnama, akan terdengar suara gamelan dari arah hutan. Siapapun yang mendatanginya dan melihatnya, nasibnya tragis. Lelaki yang serumah dengannya akan meninggal."
"Apa penyebabnya, Pak?" tanya Andi penasaran.Â
"Entahlah, itu telah terjadi sejak ratusan tahun."