Seperti biasa pulang kerja tidak langsung ke rumah, tapi mampir dulu ke warungnya bi Isah.
Baru saja membuka helm setelah memarkir motor, Bang Jek dan Mang Adul langsung menyapa hampir berbarengan, "Nah ... yang ditunggu-tunggu baru datang."
Sementara Pak Jajang hanya melambaikan tangan kanannya.Â
Sebelum duduk aku pesan kopi dulu ke Bi Isah, "Bi, kopi yang biasa, ya."
"Oke, Den Bagus," sahut Bi Isah sambil seperti biasa mengacungkan jempol kanannya.
"Emang ada apa, kok nunggu-nunggu saya?" tanyaku seraya menyodorkan tangan untuk menyalami Bang Jek, Mang Adul, dan Pak Jajang.Â
"Ini ..., Gus. Mang Adul katanya punya kabar baik. Tapi dia gak mau cerita sebelum kamu datang," jawab Bang Jek.
"Lho! Emangnya kenapa, Mang. Sampai harus nungguin saya?" tanya saya ke Mang Adul
"Iya, lah! Daripada entar cape harus cerita dua kali, kan, mendingan ditungguin dulu," jawab Mang Adul sambil tersenyum.Â
"Kalau begitu, ayoo cerita. Jadi penasaran, nih," sahut saya.Â
"Sebenarnya ini bukan cerita, tapi ... entah apa namanya, yang jelas ini ujug-ujug muncul di dalam kepala saya. Ini tentang Amin."