78 Tahun Indonesia Merdeka: Menolak lupa
Ketika berbicara sesuatu  yang - atau peristiwa - besar, biasanya kita melupakan atau melewatkan hal-hal kecil. Padahal, hal-hal kecil tersebut sangat penting. Bahkan, kadangkala hal-hal kecil itu sangat berpengaruh pada terjadinya peristiwa besar.
Tepat hari ini, 78 tahun yang lalu, Soekarno dan Mohamad Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pembacaan teks tersebut merupakan pengumuman dari bangsa dan rakyat Indonesia, bahwa Indonesia telah merdeka. Bukan lagi negara atau bangsa yang sedang dijajah bangsa lain.
Pembacaan teks proklamasi dilakukan di sebuah rumah yang berada di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat (sekarang dikenal sebagai Jalan Proklamasi).
Banyak yang belum tahu milik siapa rumah tersebut.
Wikipedia memberikan informasi sebagai berikut,
Faradj Martak memiliki jasa dalam proses terciptanya kemerdekaan Indonesia seperti yang akhir akhir ini dilupakan oleh sejarah Indonesia. Rumah yang berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat (sekarang bernama Jalan Proklamasi) adalah miliknya, rumah tersebut kemudian dijadikan tempat tinggal Soekarno sekaligus tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Faradj Martak juga menghibahkan rumah tersebut kepada negara, dan membelikan sejumlah gedung di Jakarta untuk pemerintah.
Siapa Faradj Martak?
Di Situs yang sama disebutkan, Faradj Martak, nama lengkapnya Faradj bin Said bin Awadh Martak, (1897 - 1962) dikenal sebagai seorang saudagar Arab-Indonesia, Presiden Direktur dari NV. Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened (Marba).
Peran Faradj Martak ternyata bukan hanya itu. Menurut media online detiknews, pada 28 April 1938 beliau pernah mengajukan permohonan pengurangan harga tanah di Residentie Soerabaja atau yang kini menjadi Surabaya.