Sebelumnya kita pahami dahulu arti kedua kata dalam judul di atas.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, empati adalah 'keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain'.
Sedangkan 'darurat', menurut KBBI memiliki tiga makna, yakni 'keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dalam bahaya, kelaparan, dan sebagainya) yang memerlukan penanggulangan segera, keadaan terpaksa, dan keadaan sementara'.
Kata 'darurat' sering digunakan untuk menunjukkan satu situasi atau keadaan bahaya yang disebabkan oleh satu hal. Misalnya darutat militer, darurat banjir, darurat Merapi, dan sebagainya.
Lalu, apa yang dimaksud dengan 'darurat empati'?
Sesuai pengertian 'darurat' di atas, maksud dari 'darurat empati' adalah saat ini - masyarakat kita - sedang dilanda keadaan bahaya dikarenakan telah hilangnya rasa empati di - sebagian besar atau sebagian kecil - masyarakat kita.
Sudah bukan rahasia lagi kondisi perkenomian masyarakat kita sedang terpuruk. Gelombang PHK di mana-mana, harga-harga naik, pekerjaan makin sulit dicari, dan lain-lain.
Namun, di balik kondisi tersebut, dari kalangan orang-orang yang berada sepertinya tidak ada keinginan membantu kondisi yang sedang kesulitan. Jangankan membantu sekadar berempati saja, atau turut merasakan perasaan golongan yang kesulitan, tidak terlihat.
Itu yang saya maksud dengan 'darurat empati'. Karena hilangnya rasa empati ini sudah mulai menggejala, alias dilakukan oleh banyak orang, khususnya oleh publik figure. Baik artis atau tokoh politik.
Sudah banyak diberitakan bagaimana mewahnya pesta-pesta yang mereka lakukan. Pernikahan, ulang tahun, kelahiran, atau apa pun. Hitungannya sudah bukan puluhan juta lagi, tapi sampai ratusan juta atau sampai ukuran miliar. Hanya untuk pesta sehari.