Keesokan harinya, Abrahah Al-Asyram mempersiapkan pasukannya untuk segera bergerak ke Makkah, untuk menghancurkan Kakbah. Semua pasukan telah siaga. Termasuk pasukan gajah. Seluruhnya menunggu aba-aba untuk maju.
Di saat Abrahah menyiapkan pasukan, tanpa sepengetahuannya, seorang Quraisy bernama Nufail bin Habib Al-Khats'ami, berjalan mendekati gajah yang paling besar, yang diberi nama Mahmud.
Nufail kemudian memegang kuping gajah itu, lalu berbisik, "Duduklah, wahai Mahmud, atau pulanglah dengan damai ke tempatmu semula. Karena sesungguhnya engkau sekarang berada di tanah haram!"
Mendengar bisikan Nufail bin Habib Al-Khats'ami itu, gajah bernama Mahmud pun duduk. Sementara Nufail segera meninggalkan tempat itu dengan sembunyi-sembunyi.
Saat perintah untuk bergerak diteriakkan, gajah itu tidak mau berdiri. Abrahah menyuruh petugas yang menuntun untuk memaksanya berdiri. Namun, walaupun dengan berbagai cara, cara halus dan cara kasar, gajah bernama Mahmud itu tetap duduk, menolak untuk berdiri.
Anehnya, saat diarahkan ke arah Yaman, gajah itu langsung berdiri dan berlari. Begitupun ketika diarahkan ke Syam. Tapi saat kembali diarahkan ke Makkah, gajah itu langsung duduk. Jangankan berlari, berdiri pun tidak mau.
Akhirnya diputuskan, pasukan tetap bergerak menuju Makkah. Namun, baru beberapa langkah Abrahah dan pasukannya berjalan, dari arah laut terlihat ribuan burung terbang mendekati pasukan Abrahah. Banyaknya burung-burung itu sampai membuat langit menjadi gelap.
"Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?"
"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?"
"Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong."