(Tulisan kedua tentang peristiwa-peristiwa kontroversi yang terjadi selama Piala Dunia sepanjang masa)
Pertandingan apa pun, di cabang olahraga apa pun, selalu melibatkan emosi. Baik emosi pemain maupun emosi penonton. Apalagi kalau pertandingan tersebut berada di level atas. Tingkat dunia misalnya.
Tak heran, dalam pertandingan tinju kelas elit, sebelum pertandingan berlangsung, kedua petinju selalu dipertemukan dalam acara konferensi pers. Bahkan kemudian dihadap-hadapkan.
Itu semua sebenarnya taktik penyelenggara, sponsor maupun pihak TV. Agar kedua petinju terpancing emosinya, sehingga nanti saat bertemu di atas ring, terjadi pertarungan yang sengit.
Juga untuk memancing penonton, supaya emosi mereka bangkit lalu bersemangat membeli tiket, agar bisa menyaksikan pertandingan secara langsung.
Tanpa itu semua, sebenarnya emosi petinju, maupun emosi atlit lainnya di cabang olahraga apa pun, akan selalu naik menjelang pertandingan berlangsung.
Emosi, baik yang positif maupun yang negatif, akan dibawa pemain ke arena pertandingan, bersamaan dengan spirit untuk menang.
Itulah yang terjadi saat pertandingan antara Prancis dan Italia di pertandingan babak final Piala Dunia 2006 yang berlangsung di Jerman.
Saat itu, kedua puluh dua pemain memasuki lapangan dengan tensi emosi masing-masing. Begitupun dengan Zinedine Zidane dan Marco Materazi.
Kedua pemain itupun, Zidane dan Materazi, kemudian menyalurkan emosinya dengan mencetak gol untuk timnya masing-masing. Zinedine Zidane mencetak gol lewat pinalti di menit ke-7, sementara Marco Materazi melesakkan gol ke gawang Prancis 12 menit kemudian.