Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR Selasa 6 Desember lalu, dan akan mulai diberlakukan di tahun 2025, menuai banyak perdebatan di tengah masyarakat. Indikasinya, banyak tokoh dan masyarakat umum yang mempertanyakan isi dari KUHP yang baru ini.
Penulis tidak akan mengomentari semua pasal yang jadi isi KUHP tersebut. Namun, hanya akan menulis - katakan saja mengritisi - salah satu masalah, yaitu tentang perzinaan, yang terdapat di Pasal 411 dan 412.
Penulis sangat setuju dengan definisi zina yang sekarang tercantum di KUHP baru ini. Di Pasal 411 ayat (1) disebutkan bahwa,
"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".
Berarti, para penjaja seks dan pelanggannya saat melakukan 'transaksi' dapat dipidanakan. Karena jelas mereka bukan suami istri.
Begitupun dengan Pasal 412 ayat (1) yang menganggap semua jenis perbuatan hidup serumah tanpa ikatan pernikahan adalah sebuah kejahatan.
Pasal 412 ayat (1) berbunyi sebagai berikut,
"Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II".
Tentu saja penulis sangat respek dengan Pasal 411 ayat (1) dan Pasal 412 ayat (1) di atas. Sangat setuju dengan isi kedua pasal tersebut. Karena -- menurut pemahaman penulis -- kedua pasal di atas akan mempersempit ruang gerak siapa pun yang ingin melakukan hubungan seks dan/atau hidup bersama tanpa melalui proses pernikahan. Semangat dari kedua pasal ini -- sekali lagi menurut pemahaman penulis -- adalah menghilangkan atau setidaknya mengurangi perbuatan zina, yang oleh syariat Islam pun dianggap sebagai dosa besar.
Â