Namun, saat membaca membaca isi ayat (2) dari Pasal 411 dan Pasal 412, penulis malah menangkap arti lain, yang justru berlawanan dengan semangat yang ada di ayat (1) dari kedua pasal tersebut.
Pasal 411 ayat (2) dan Pasal 412 ayat (2), kebetulan redaksinya persis, berbunyi sebagai berikut,
"Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
Â
a. Suami atau istri bagi yang terikat perkawinan.
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan."
Dari isi ayat (2) kedua pasal di atas, dapat dipahami bahwa ayat (1) dari Pasal 411 dan Pasal 412 adalah delik aduan.
Menurut salah seorang anggota Komisi III DPRRI, Habiburokhman, "Kedua pasal tersebut, larangan zina dan kumpul kebo, itu adalah delik aduan. Delik aduan adalah delik yang hanya bisa berlaku, dilaksanakan, kalau ada yang melapor, dan yang melapor bukan sembarang orang".
Menurut penafsiran penulis (pendapat pribadi penulis) terhadap ayat (2) dari Pasal 411 dan Pasal 412, justru ini yang akan menjadi peluang semakin mudahnya orang melakukan zina dan/atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.
Jadi, alih-alih akan mempersempit siapa pun untuk melakukan zina dan/atau kumpul kebo, sebagaimana semangat yang ada di pasal (1), pasal (2) ini justru akan memperluas ruang gerak mereka yang ingin melakukan zina dan/atau kumpul kebo.
Kenapa saya mengambil kesimpulan seperti itu?