Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti pribadi adalah manusia sebagai perseorangan, sedangkan akhlak artinya budi pekerti atau kelakuan.
Jadi, yang saya maksudkan dengan pribadi berakhlak adalah manusia yang berbudi pekerti atau berkelauan baik.
Kenapa saya rindu pribadi-pribadi berakhlak?
Karena saya merasakan, dan tentu Anda juga merasakannya, manusia-manusia yang tidak berakhlak semakin banyak dan semakin terang-terangan menunjukkan kelakuannya yang tidak baik.
Hampir setiap hari kita membaca atau menonton berita tentang aksi orang-orang tidak berkahlak itu, penjambretan, pembegalan, pencurian, pemerkosaan, perselingkuhan, pembunuhan, dan berbagai aksi kriminal lainnya. Baik yang dilakukan oleh orang-orang yang karena terpaksa melakukannya, maupun yang dilakukan oleh orang-orang yang bersyahwat tinggi, sehingga melakukan aksi kejahatan hanya karena didorong keinginan syahwatnya.
Aksi kriminal tersebut ada yang dilakukan oleh orang-orang yang kita bisa maklumi melakukannya, ada juga oleh orang-orang yang sebenarnya seharusnya mereka bertanggung jawab mencegah aksi kejahatan terjadi.
Yang lagi heboh sekarang bisa menjadi contohnya. Berita apalagi kalau bukan tentang aksi saling tembak 2 perwira polisi. Karena itu aksi tembak-menembak tentu keduanya sama-sama berniat membunuh lawannya. Hanya karena nahas saja, Brigader J, tertembak dan menjadi korban.
Kita tentu tahu bahwa ini bukan kasus pertama polisi menembak polisi, atau polisi melakukan aksi kejahatan lainnya, sehingga sudah tidak pantas kalau hanya disebut sebagai oknum. Ini tentu membuat kita miris. Polisi itu kan ibarat sapu, alat untuk membersihkan. Lha, kalau sapunya kotor, bagaimana bisa berfungsi untuk membersihkan?
Dan bukan hanya polisi, hakim pun yang sama berfungsi sebagai sapu, banyak yang terjerat  hukum karena melakukan aksi yang melanggar hukum; gratifikasi dan/atau korupsi.
Kalau para petugas penegak hukum banyak yang melanggar hukum, lalu bagaimana mereka bisa bertugas?