Pas sekali kalau Kompasiana mengambil topik 'Suka dan Duka Menerbitkan Buku (Sendiri)'. Kenapa? Karena, walaupun banyak sukanya, menerbitkan buku sendiri pun ada dukanya.Â
Saya sendiri merasakan lebih banyak sukanya daripada dukanya, buktinya saya bisa menulis tiga artikel untuk menceritakan pengalaman penerbitkan buku, sekaligus menceritakan rasa senang atau sukanya.
Lalu apa saja dukanya?
Sebelum buku terbit, duka pertama yang dirasakan adalah proses menulis naskah. Apalagi bagi penulis yang diberi target atau tenggat waktu (dead line) oleh penerbit.Â
Mau tidak mau tenggat waktu ini harus diperhatikan kalau tidak mau diberi penalty.
Duka yang kedua, harus menyiapkan dana. Ini untuk penulis yang akan menerbitkan sendiri. Tapi bagi penulis senior, yang bukunya diterbitkan oleh penerbit mayor, tentu kendala ini tidak ada.Â
Besarnya dana ini bervariasi tergantung kesepakatan dengan penerbit, tergantung pilihan paket penerbitan, tergantung pula jumlah buku yang akan dicetak.
Duka yang ketiga, dan ini setelah buku selesai dicetak (terbit), adalah pemasaran. Sekali lagi, bagi penulis senior, hal ini bukan kendala. Untuk mereka pemasaran bukunya sudah di-handle oleh penerbit.Â
Paling yang mereka jual edisi khususnya, biasanya yang ada tanda tangan mereka, untuk para fans-nya.
Penulis pemula harus bergerilya untuk menawarkan buku mereka. Semakin rajin mereka berpromosi atau menemui/menghubungi orang-orang, peluang buku mereka ada yang membeli semakin besar.Â