Kemarin saya menulis tentang Kompasiana yang dijadikan celengan, tempat menabung, tulisan saya. Kali ini saya akan menulis tentang menabung juga, tetapi menabung uang.
Menabung dan berhutang sama-sama berhubungan dengan masa depan. Menabung adalah menjual masa sekarang untuk membeli masa depan. Sedangkan berhutang sebaliknya, menjual masa depan untuk membeli masa sekarang.
Maksudnya, dengan berhutang, seolah-olah kesenangan nanti di masa depan 'dipaksakan' untuk dialihkan untuk dirasakan masa sekarang.Â
Misalnya, kita saat ini 'memaksakan diri' merasakan senangnya memiliki mobil keluaran terbaru dengan menyicil. Dan selama bertahun-tahun kita menderita karena harus membayar cicilan.
Berbeda dengan menabung. Menabung seolah kita menderita saat ini, karena harus mengeluarkan dana sekian rupiah setiap bulan. Namun, yakinlah, kelak di masa depan kita akan merasakan senangnya memiliki dana fresh yang banyak.
Saya cuma berbagi pengalaman saja. Karena salah satu prinsip hidup saya adalah tidak ingin punya hutang.
Tahun 2017 anak kedua saya, laki-laki, masuk SMA. Saya sudah memperkirakan, tiga tahun lagi, saat lulus sekolah, anak saya itu bakal butuh sepeda motor.Â
Dan sudah umum, untuk memiliki sepeda motor sekarang prosesnya sangat mudah dan cepat. Bawa DP (uang muka) beberapa ratus ribu ke Show Room, gak sampai jutaan, sudah bisa bawa motor ke rumah, merek apa pun yang diinginkan.Â
Sisanya Anda tinggal bayar perbulan selama tenor yang Anda sepakati dengan Leasing.
Karena prinsip saya yang tidak ingin punya hutang, nanti saat butuh sepeda motor itu, saya lalu berpikir mendingan sekarang saja mulai menyicil (nabung) untuk beli sepeda motor nanti tiga tahun lagi.
Saya lihat beberapa brosur cicilan motor. Saya menghitung, memperkirakan, cukup rasanya menabung 500 ribu sebulan.
Mulailah saya menyisihkan dana sebesar 500 ribu setiap bulan, sejak bulan pertama anak saya masuk SMA. Saya simpan di amplop yang saya tulisi 'cicilan motor'. Prinsip saya, daripada nanti nyicil motor (hutang) mendingan nyicilnya sekarang (menabung).
Eh, ternyata belum tiga tahun, anak saya masih kelas 2, dia sudah minta sepeda motor. Karena saya pikir dia sudah layak punya motor sendiri.
Karena aktivitasnya mulai banyak dan biar tidak berebut pakai motor ayahnya, maka saya cek isi amplop 'cicilan motor'. Alhamdulillah setelah dihitung ada 10 juta. Cukuplah untuk membeli sepeda motor, walaupun motor seken.
Saya kemudian menghubungi teman yang jual-beli sepeda motor. Saya bilang punya dana 10 juta, ingin motor yang layak untuk anak saya yang SMA. Tak perlu waktu lama, pagi saya menelepon dia, siangnya datang mengantarkan motor. Setelah dilihat anakku, dia puas (mau) dengan motornya, jadi deal-lah kemudian transaksi pembelian sepeda motor.
Alhamdulillah, tidak perlu punya hutang, keinginan anakku terkabul.Â
Oiya. Kenapa disimpan di amplop? Karena kalau disimpan di tabungan, apalagi bercampur dengan uang keperluan harian, selalu tergoda untuk diambil via ATM. Kalau disimpan di amplop, kan tinggal simpan di tumpukan baju, lalu lupakan.
Dan, untuk keperluan lainnya, saya suka melakukan hal sama. Menunda dulu keinginan membeli sesuatu saat dana tidak cukup. Menabung dulu, baru membeli setelah tabungannya cukup.
Demikian pengalaman saya.
Sekarang ini sarana atau cara untuk menabung cukup banyak. terutama untuk para milenial. Bisa dengan ikut program pensiun (DPLK), bisa lewat asuransi, bisa dengan rutin membeli logam mulia, bisa membeli saham, dan lain-lain.
Syaratnya cuma satu. Harus ada keinginan yang kuat (tekad) untuk menyisihkan sebagian pendapatan secara rutin. Insya Allah, kalau Anda disiplin, maka nasihat 'jangan tua sebelum kaya' dapat anda jalankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H