Malam menjelang perayaan Thanksgiving Lina terpaksa harus Overtime. Pemilik minimarket, tempat Lina bekerja, memintanya untuk bekerja lembur karena pembeli yang datang dua kali lipat dari hari-hari biasa.
Sebagai karyawati yang baru bekerja tiga bulan, Lina tentu tidak bisa menolak. Dia tidak ingin dipecat gara-gara menolak lembur.
Beasiswa yang dia dapat hanya cukup untuk biaya kuliah, sewa kamar, dan membeli buku. Sementara kiriman dari orangtuanya hanya cukup untuk biaya makan sebulan. Padahal kebutuhan yang lain masih banyak. Lina tidak bisa menuntut banyak kepada orang tuanya. Ibunya hanya seorang honorer di sebuah SMP, sementara ayahnya ASN di sebuah kecamatan.
Untuk menghemat pengeluaran, Lina terpaksa menyewa kamar di sebuah kawasan tidak elit, dan bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket yang tidak jauh dari tempat kostnya. Beruntung Tuan Arvind, pemilik minimarket, yang keturunan India mau menerimanya, walaupun dia seorang perempuan yang mengenakan jilbab.
Pukul 22.40. Sudah hampir 2 jam Lina overtime. Pendingin di minimarket tidak bisa menghilangkan rasa gerah di tubuhnya. Pun tidak bisa menahan keluarnya keringat-keringat kecil di dahinya, akibat berdiri lebih dari 2 jam.
Melihat kondisi Lina demikian, Tuan Arvind merasa tidak tega. Dia mendekati Lina kemudian berkata, "Kamu pulang saja! Cukup overtime-nya, besok kamu kuliah, kan?"
"Ba-baik, Tuan. Terimakasih." Lina tidak sanggup menyembunyikan rasa senangnya sudah diperbolehkan pulang.
Keluar minimarket, Lina tertegun. Dia baru menyadari, belum pernah pulang kerja lewat pukul sepuluh malam. Kegelisahan melanda hatinya karena untuk menuju tempat kostnya dia harus melewati lorong yang sepi dan temaram.
Malam-malam biasa, dia pulang pukul 21. Walaupun lorong sepanjang 200 meter itu sepi, tapi suasana dua jalan raya di kedua ujungnya masih ramai oleh kendaraan, sehingga Lina tidak pernah merasa khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Namun sekarang, hampir tengah malam, suasana jalan raya sudah sepi, mobil yang lewat hanya satu dua. Untuk tidak melewati lorong itu, Lina harus berjalan lewat jalan memutar, yang jauhnya dua kali lipat. Karena sudah terlalu lelah, dia memaksakan diri lewat lorong itu.