Di suatu hari, saat Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya di mesjid, tiba-tiba beliau berkata, "Seorang calon penghuni surga akan datang sebentar lagi".
Para sahabat saling tatap, bertanya-tanya dalam hati, 'Siapa gerangan orang yang dimaksud Rasulullah?'
Rasulullah Saw melanjutkan memberikan nasihat-nasihatnya, para sahabat tertunduk mendengarkan. Namun, mereka tetap gelisah, penasaran. Ingin segera tahu siapa yang dimaksud Rasulullah sebagai calon surga.
Tak lama kemudian datang seseorang, yang ternyata orang biasa saja, tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia calon surga. Orang itu kemudian salat dua rakaat lalu berdzikir seperti biasa dan kemudian bergabung dengan majelis Rasulullah Saw.
Esoknya, saat Rasulullah kembali berkumpul bersama para sahabat, kembali Rasulullah saw berkata, "Sebentar lagi akan datang calon penghuni surga."
Para sahabat kembali penasaran, mereka menunggu-nunggu gerangan siapa yang akan datang. Beberapa saat kemudian, datang orang yang sama, yang kemarin disebut juga oleh Rasulullah sebagai calon penghuni surga. Orang itu tidak melakukan sesuatu yang istimewa, dia hanya salat kemudian berdzikir dan ikut mendengarkan nasihat-nasihat Rasulullah.
Tentu saja, tanpa disadari oleh orang tersebut, para sahabat mencuri lirik padanya. Bertanya-tanya apa istimewanya orang ini. Namun, satu pun takada yang menemukan keunikan orang tersebut.
Keesokan harinya, terulang lagi peristiwa yang sama. Rasulullah mengatakan bahwa sebentar lagi akan datang calon penghuni surga, dan yang datang orang yang sama. Orang tersebut pun melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Kejadian ini membuat seorang sahabat (satu riwayat menyebutkan Abdullah bin Amir bin Ash) penasaran. Abdullah kemudian mencari dalih, bagaimana supaya dia dapat melihat keseharian 'si calon penghuni surga' itu. Untuk mengetahui, ibadah apa yang dia lakukan, sehingga Rasulullah saw menyebutnya sebagai calon penghuni surga.
Abdullah mendekati 'si calon penghuni surga' dan bercerita bahwa dia sedang punya persoalan di keluarganya dan memohon izin untuk ikut bermalam beberapa hari di rumah 'si calon penghuni surga'.
Tanpa menaruh curiga 'si calon penghuni surga' mengizinkan Abdullah tinggal di rumahnya. Bermalamlah Abdullah, dan tanpa sepengetahuan tuan rumah, dia memperhatikan kehidupan 'si calon penghuni surga', terutama dalam hal ibadahnya.