Dikisahkan tersebutlah seseorang yang menempuh perjalanan dengan mengendarai kuda. Perjalanan yang jauh mengharuskannya membawa perbekalan yang banyak, ditambah beberapa barang lainnya membuat punggung kuda penuh dengan barang. Hanya menyisakan sedikit tempat untuk dia duduk.
Setengah hari lebih dia telah menempuh perjalanan. Terik matahari yang menyengat membuatnya berniat untuk beristirahat. Dia pun turun seraya membawa tempat minumnya dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang. Perjalanan yang melelahkan membuat perutnya menagih untuk diisi. Tetapi dia memutuskan untuk mengaso sebentar sebelum mengisi perut. Hanya beberapa teguk air untuk mengisi perutnya.
Angin mengalir sepoi-sepoi membuatnya terlelap, lupa akan lapar, lupa akan segalanya. Teduhnya pepohonan yang menghalangi sinar mentari, menambah nikmatnya tidur. Namun kemudian, setelah beberapa jenak dia terbangun. Saat membuka mata, terkaget dia. Kudanya tidak ada. Rupanya dia lupa mengikat tali kekang kudanya.
Seketika lemas, seolah semua tulang di dalam tubuhnya menghilang. Sedih, kecewa, kesal bercampur tergambar di raut mukanya. Bagaimana tidak, semua perbekalan ada di atas kudanya, padahal perjalanan masih jauh. Kebingungan melanda pikirannya. Apa yang harus dilakukannya sekarang?
Melanjutkan perjalanan atau kembali pulang sama saja. Dia sudah menempuh perjalanan setengah hari lebih. Itu dengan berkuda, kalau berjalan kaki tentu lebih lama. Tidak ada yang bisa dia lakukan, hanya menyelonjorkan tubuhnya kembali. Saat itu dia merasa menjadi orang yang paling menderita.
Tiba-tiba, di tengah keputus-asaannya kudanya kembali. Lengkap dengan semua barang yang dibawanya. Tidak ada satu pun yang hilang. Tentu saja dia sangat gembira. Harapannya yang hilang pun tumbuh kembali. Seluruh aliran darah mengalir kembali. Dia pun langsung memeluk leher kuda saking bahagianya.
Anda yang membaca kisah di atas mungkin bisa membayangkan bagaimana bahagianya si orang tersebut saat melihat kudanya kembali. Kebahagiaan yang sangat, setelah pupus harapannya.
Tahukah Anda, bahagianya orang tersebut sama dengan bahagianya Allah Swt saat mendengar taubatnya seorang manusia. Bahkan lebih bahagia daripada itu. Sebagaimana diriwayatkan di hadis berikut,
Anas bin Malik rodhiyallohu'anhu meriwayatkan bahwa Rasululloh shollallohu'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh Allah subhanahu wata'ala lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat kepada-Nya daripada gembiranya seseorang dari kalian yang bersama tunggangannya di padang pasir tiba-tiba tunggangannya tersebut hilang. Padahal makanan dan minuman berada di tunggangannya tersebut. Ia pun telah putus asa dari tunggangannya tersebut. Lalu ia pun mendatangi sebuah pohon lalu berbaring di bawah pohon tersebut. Tatkala ia sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba tunggangannya muncul kembali dan masih ada perbekalannya. Maka ia pun segera memegang tali kekang tunggangannya, lalu ia berkata karena sangat gembiranya, "Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah Robbmu."
(HR. Muslim)Â
Jadi Allah Swt akan berbahagia apabila melihat ketika bertaubat. Memohon ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan. Sebesar apa pun dosa kita, selama kita bertaubat, maka Allah Swt akan senang dan tentu akan mengabulkan taubat kita. Tentu ini tidak bisa dijadikan alasan untuk terus berbuat dosa atau mengulangi perbuatan dosa, dengan dalih Allah Swt akan mengampuni.
Salah satu nama yang disematkan kepada bulan Ramadhan adalah bulan maghfiroh atau bulan pengampunan. Di bulan Ramadhan Allah Swt mengampuni dosa-dosa hambanya.