Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Adil, Zalim, dan Ihsan

14 Maret 2021   10:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   10:40 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga terminologi dalam Islam untuk menggambarkan kualitas kerja seseorang. Yaitu, adil, zalim dan ihsan.

Secera sederhana ketiga istilah itu dapat dijelaskan sebagai berikut; Adil adalah jika sebuah pekerjaan dilakukan sesuai dengan perintah yang diberikan atau sesuai harapan yang memberi/menyuruh pekerjaan itu.

Zalim artinya jika sebuah pekerjaan dilakukan di bawah standar, atau tidak sesuai dengan harapan yang memberi/menyuruh pekerjaan itu.

Ihsan, kebalikan dari zalim, artinya jika sebuah pekerjaan dilakukan melampui standar yang diinginkan, atau melebihi harapan dari yang memberi/menyuruh pekerjaan itu.

Ketiga kualitas pekerjaan itu akan berefek pada orang yang melakukan pekerjaan itu. Dalam kalimat lain seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan akan mendapatkan konsekuensi dari kualitas pekerjaan yang dilakukannya.

Sebagai ilustrasi, saya contohkan saja seperti ini. Suatu hari seorang guru bahasa Indonesia memberi tugas kepada anak didiknya,

"Silahkan buat sebuah tulisan dengan tema bebas, fiksi atau non fiksi. Tugas harus ditulis dalam kertas A4 dengan spasi 1,5 dan font ukuran 12. Minimal 5 halaman dan dan diprint. Dikumpulkan paling lambat dua hari dari sekarang."

Tersebutlah ada siswa bernama C yang mengerjakan tugas itu sesuai dengan syarat yang diminta gurunya. Dia mengerjakan pas lima halaman A4 dan dikumpulkan dua hari kemudian.

Lalu ada siswa lain benama D. Si D kebetulan masuk kategori siswa malas, dia mengerjakan tugas asal-asalan, hanya menulis tiga halaman dan dikumpulkan di hari ketiga. Satu hari setelah deadline waktu yang ditetapkan.

Siswa lainnya yang bernama E. Karena dia siswa yang rajin dan pintar. Si E ini mengerjakan tugas dengan cepat. Sebelum dua hari tugasnya sudah dikumpulkan. Tulisannya pun lebih dari lima halaman serta diberi sampul dengan rapi dan dihias dengan font huruf yang indah.

Dari ilustrasi di atas semoga tergambar apa itu adil, apa itu zalim dan apa itu ihsan.

Sekarang, bagaimana dengan kita?

Apa kita sudah berbuat ihsan? adil? Atau malah zalim?

Kita tentu bisa menilai diri kita dengan jujur. Baik posisi kita sebagai seorang karyawan, pejabat, pelajar, suami, istri, anak, orang tua, dan lain sebagainya. Bagaimana kualitas 'kerja' kita. Apakah kita telah melakukan tugas dengan ihsan, atau minimal adil?

Beristighfarlah, kalau selama ini kita melakukan pekerjaan secara zalim. Karena setiap perbuatan akan selalu ada konsekuensinya.

Seorang pegawai (swasta atau negeri) yang jam kerjanya sudah ditetapkan, misalnya dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.30. Maka, kewajibannya adalah bekerja di dalam jangka waktu itu. jadi, kalau dia datang selalu kesiangan atau pulang selalui sebelum waktunya, berarti dia sudah berlaku zalim.

Konsukuensinya dia akan mendapat sangsi dari perusahaan atau atasannya. Namun, kalau pun lolos, karena atasannya tidak tahu misalnya. Maka sangsinya tetap akan dia terima, dalam bentuk dosa berbuat zalim. Bahkan terkadang konsekuensi dari perbuatan zalimnya ini bisa saja dia terima bentuk lain.

Maksudnya?

Begini.

Seorang pegawai itu (swasta atau negeri) wajib hadir masuk kantor selama delapan jam, dari pukul 7.30 sampai pukul 16.30. Pegawai tersebut katakanlah mendapat bayaran ( gaji) sebesar 400 ribu sehari. Berarti satu jamnya dia dibayar lima puluh ribu.

Katakanlah, dia sering bolos, rata-rata setengah jam sehari. Kalau dia menerima bayaran (gaji) utuh tanpa potongan, berarti ada uang dari gajinya itu yang bukan haknya. Karena realitanya dia tidak bekerja selama setengah jam sehari. Jadi, seharusnya dia mendapat bayaran 375 ribu, ada potongan 25 ribu karena setengah jam dia tidak bekerja. sama saja hitungannya kalau si pekerja itu mendapat bayara setiap pecan setiap bulan.

Karena bolosnya tidak diketahui atasan/kantornya, maka dia mendapat bayaran utuh. Padahal harusnya tidak. Berarti ada uang yang bukan haknya, sebesar 25 ribu sehari. Kalau bayarannya bulanan (20 hari kerja) berarti ada uang 500 ribu yang diterima padahal bukan haknya. Mungkin dia tidak terasa bersalah, apalagi kalau tidak ada teguran dari atasan/kantornya, dia terima gaji utuh, seolah itu memang haknya semua.

Dalam kasus di atas, mugkin saja sangsi tidak diterima pegawai itu. Baik sangsi potongan gaji atau sangsi teguran. Tetapi sangsi itu akan dia terima dalam bentuk lain. Bisa dalam bentuk kehilangan barang, bisa dalam bentuk sakit, bisa juga berupa musibah atau bentuk apapun yang mengharuskan dia mengalami kerugian secara finansial.

Dalam kasus lain yang mirip tetapi kebalikannya.

Seorang pegawai yang termasuk kategori good employee, sering datang beberapa menit sebelum jam masuk dan/atau sering menyelesaikan pekerjaan sampai melewati jam pulang, tanpa dihitung lembur (overtime). Maka, kelebihan jam kerjanya itu akan Allah bayar dalam cara atau bentuk yang lain, yang mungkin saja tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya, dan bisa saja tidak dalam bentuk uang.

Pengganti dari Allah itu (karena dia tidak mendapat tambahan bayaran) bisa berupa kesehatan dia dan keluarganya, bisa dalam bentuk kemudahan dalam segala urusannya, atau bentuk lainnya.

Karena rumus asalnya adalah adil. Kita akan mendapatkan upah sesuai pekerjaan kita.

Intinya, apapun kualitas pekerjaan kita, itu akan kembali kepada kita.

Kalau kita berbuat zalim, maka kerugian akan menghampiri kita.

Kalau kita berbuat ihsan, maka balasannya akan kita terima.

Mari kita berbuat ihsan.

Mari kita perbaiki kualitas pekerjaan kita.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun