Mohon tunggu...
Urip Slamet Riyadi
Urip Slamet Riyadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir dan dibesarkan di Petarukan-Pemalang. Lelaki Jawa (Yang tdk njawani) maklum hampir 20 th merantau di tatar Sunda beristrikan orang sunda yg sederhana. Aktivitas sehari-hari cari nafkah, hobi membaca, dan nge-blog. Menjadi kompasianer berharap agar bisa menulis karena menulis, merupakan aktivitas yang menarik, unik dan menyenangkan sebagai pengobat sepi sekaligus menjadi nutrisi hati dan pikiranku untuk terus belajar dan insya Allah berbagi ilmu. Surel: uripsr@ymail.com Personal blog: http://saungurip.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sela-sela Kehidupan

30 Agustus 2011   02:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132252" align="aligncenter" width="300" caption="Tukang ayam marema menjelang lebaran (Urip SR)"][/caption] Tangannya lincah memainkan pisau belati, menguliti dagaing ayam menjadi daging filled yang siap masuk mesin penggilingan.  Deru mesin berbahan bakar solar menderu bagai genderang perang penyemangat pagi buta.  Panggil saja Rohamat (32) bagai mendapat rahmat, pagi ini ia berhasil membuat filled daging ayam sebanyak 150 potong (biaya per potong Rp. 2000,-).  Alhamdulilah...katanya bersyukur sembari menyeka tetesan keringat yang mulai mengalir di sudut dahinya. " Sebenarnya sudah mau tutup, berhubung lebaran ditunda, dan masih banyak yang membutuhkan jasa,"  kilahnya sembari jarinya terus bergerak lincah menguliti daging ayam. " Pamali menolak rezeki, sekalian aja buka sampai siang nanti, " katanya lagi. Sret...sret...sret..sesekali pisau itu diasah manakala dirasanya tumpul, suara asahan yang beradu membuat kelu di ulu hati, betapa tajamnya pisau itu.  Terasa miris dihati bagi yang mendengar suara asahan itu.  Sisa-sisa tulang ayam yang menggunung, masih bisa dimanfaatkan untuk campuran sayur sop, ada seorang pengepul langganannya yang selalu setia membeli.  Begitu pula bulu ayam yang teronggok disudut, sudah ada pemesannya tersendiri.  Semua laku dijual kecuali kotorannya.  Tuturnya berseloroh disela-sela perbincangan yang sesekali diulang karena berpacu dengan suara gemuruh mesin giling daging. Bau anyir dan tetesan keringat begitu melekat disetiap desah aktifitas kesehariannya.  Profesi yang sudah digelutinya itu bukan pilihan tetapi tuntutan hidup yang membuatnya bertahan sampai kini.  Sela-sela kehidupan anak manusia beragam profesi mewarnai hiruk-pikuk roda kehidupan.  Patut disyukuri, bersyukur adalah obat ternikmat untuk nutrisi hati.  Tanpa rasa syukur kehidupan ini terasa gersang dan "gemrungsung" dihati. Pagi buta mulai beranjak seiring kokok ayam membangunkan sang dewi malam untuk segera beringsut menyapa datangnya sang mentari pagi yang malu-malu menyembul di ufuk timur.  Begitulah pergantian sang waktu mewarnai roda kehidupan yang selalu berputar. (Urip SR)*** Pagi buta disudut pasar Cikampek (30/08/2011)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun