Mohon tunggu...
Urip Slamet Riyadi
Urip Slamet Riyadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir dan dibesarkan di Petarukan-Pemalang. Lelaki Jawa (Yang tdk njawani) maklum hampir 20 th merantau di tatar Sunda beristrikan orang sunda yg sederhana. Aktivitas sehari-hari cari nafkah, hobi membaca, dan nge-blog. Menjadi kompasianer berharap agar bisa menulis karena menulis, merupakan aktivitas yang menarik, unik dan menyenangkan sebagai pengobat sepi sekaligus menjadi nutrisi hati dan pikiranku untuk terus belajar dan insya Allah berbagi ilmu. Surel: uripsr@ymail.com Personal blog: http://saungurip.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Quotes Indah dari Sang Istri

29 Agustus 2011   09:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:23 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebuah pelajaran berharga tidak harus keluar dari mulut seorang maha guru , terkadang justru pencerahan itu datang tak diduga muncul di keseharian dalam kehidupan.  Diakhir ramadhan ini banyak sekali petatah-petitih yang berseliweran di social media seperti di facebook dan kompasiana.  Kadang tulisan pendek berupa quotes sering lahir dari kaum hawa, baik yang isinya motivasi maupun pencerahan hidup.  Aku sendiri terkaget saat membaca pesan di dinding laman facebookku, bukan karena yang berucap seorang perempuan, tapi istriku dengan pesan pendeknya mampu menyadarkan sikapku akan kecanduan ber-facebook-ria. "Kehidupan seperti belajar menggambar, tanpa memiliki penghapus jadi goreslah dengan hati-hati." begitulah isi pesan dinding seorang istri pada suaminya.  Aku tertegun sebentar menganalisis [caption id="attachment_132150" align="aligncenter" width="166" caption="Ada Cinta Di Hari Nan Fitri ini (Repro)"][/caption] makna yang tersirat dari pesan pendek tersebut.  Aku seperti terhenyak dari mimpi di siang hari, aku mencoba jujur dan introspeksi diri, aku mengiyakan semua nuraniku tanpa menutupi sedikitpun.  Diakhir ramadhan ini setelah melalui hari demi hari bergelut dengan perih yang mendera di siang hari ternyata mampu membuat kepekaan sosialku semakin tajam. Aku telah mengakui semua kesalahanku selama ini, yang telah tenggelam larut dalam buaian dunia maya yang semu, bermain facebook tak kenal waktu, dan mulai melupakan membahagiakan seorang istri.  Bulan ramadhan ini mampu mengasah nilai-nilai kejujuranku yang semakin luntur, proses menahan hawa nafsu yang berlangsung sebulan telah banyak melahirkan manusia-manusia baru, seakan terlahir kembali putih seputih lembaran kertas yang belum ternoda. "Trima kasih Mah, telah mengingatkanku, ....!", aku tak kuasa meneruskan kalimat lebih panjang lagi.  Bagiku kalimat pendek inilah yang betul-betul murni dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku akan lebih berhati-hati lagi dan lebih bijaksana menyikapi kemajuan teknologi ini dengan hati yang lebih mawas diri.  Menggunakan seperlunya sesuai peruntukan, aku membayangkan sedang apa istriku waktu menulis quotes yang indah itu, barangkali perang bathin yang berkecamuk membuat ia bisa berkata-kata dengan bijak tanpa menyinggung perasaan pasangan hidupnya.  Walaupun indah quotes ini bagiku merupakan sentilan yang maha kuat melalui tangan malaikat yang membukakan pintu kesadaranku. Ada dua quotes yang ditulis satu persatu menjadi rangkaian kalimat yang saling menyatu, dan intinya sebuah motivasi untuk bangkit dari kealpaan yang permanen akibat dibius oleh indahnya jejaring social yang semakin memperbudak sebagian orang. "Walaupun hanya ban bekas, akan lebih bermanfaat bagi orang yang tenggelam, emas justru akan menenggelamkannya...,(tahu maksudku Pak)..!"  kembali pesan pendek itu menamparku keras-keras, aku luruh seperti daun-daun yang berguguran.  Secuil pencerahan di akhir ramadhan yang membukakan mata hatiku untuk lebih peduli kepada keluarga dan lingkunganku.  Makna puasa ramadhan begitu dalam, aku sambut senyum istriku yang sudah berdiri disampingku, mengingatkan kembali untuk bersantap bersama menikmati indahnya buka bersama antara aku, istriku dan anak-anakku.  Sayup-sayup adzan mulai jauh terbang bersama angin kemarau, kebersamaan malam itu diakhiri dengan sholat berjamaah.  Ach....betapa indahnya saling peduli.  Dari lubuk hati yang paling dalam ikut mengucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin, mhn maaf lahir dan batin 1 Syawal 1432 H. (Urip SR)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun