Mohon tunggu...
Urip Hardiyanto
Urip Hardiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penegakan Hukum terhadap Pelanggar PPKM Dinilai Cacat Hukum

17 November 2021   17:21 Diperbarui: 17 November 2021   17:28 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

hukuman terhadap pelanggar protokol kesehatan terutama dalam hal ini, yakni melanggar ketentuan PPKM sangatlah tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat umum. Mengapa saya bisa berargumen seperti itu? Hal ini dikarenakan di sisi lain ketika pihak berwenang menindak pelanggar PPKM sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus covid-19 semakin meluas yang diterapkan kepada masyarakat, tetapi sebaliknya Pemerintah dalam hal ini selaku pembuat ketentuan yang dimuat dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang dijadikan sebagai dasar penegakan aturan protokol kesehatan tidak patuh terhadap ketentuan yang berada di peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dari hal itu saja dapat kita cerna bahwa pemerintah melakukan penegakan hukum protokol kesehatan di atas dasar hukum yang legitimasinya masih dipertanyakan mengenai keabsahan dan unsur mengikatnya. Untuk itu dalam poin kali ini, penulis akan mencoba mengulas mengenai legitimasi penegakan hukum protokol kesehatan dalam penerapan PPKM tersebut.

Melihat Aspek Materil dan formil Dasar Hukum Penerapan PPKM

Dari aspek formil jika dilihat dari konteks hukum positif yang berlaku di Indonesia, dasar hujnkum pemberlakuan PPKM yakni Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang dijadikan sebagai instrumen untuk penerapan PPKM terlihat jelas bertentangan dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Nah, dalam konteks penanganan wabah pandemi seperti sekarang, seharusnya Pemerintah wajib berpedoman pada ketentuan yang ada pada Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dimana setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah harus dituangkan dalam sebuah ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya dalam hal Penerapan PSBB dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Covid-19. Namun, ceritanya menjadi berbeda ketika melakukan kebijakan penerapan PPKM sebagai kebijakan lanjutan dari penerapan pelaksanaan PSBB dianggap tidak berjalan baik dalam implementasinya di lapangan yang mengherankan bahwa kebijakan penerapan PPKM hanya dituang dalam bentuk Intruksi Mendagri tepatnya pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Lantas yang menjadi pertanyaan di benak kita, apakah Instruksi Menteri termasuk dalam kategori ketentuan perundang-undangan? Sebenarnya instruksi pada hakikatnya tidak dapat dikualifikasikan sebagai peraturan perundang-undangan. Hal itu dikarenakan, secara konkrit jika kita mengacu pada Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwasanya suatu yang dapat dikategorikan atau digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan hanyalah setiap peraturan yang diterbitkan oleh berbagai lembaga negara dan salah satunya ialah Menteri. Maka dapat kita anggap bahwa instruksi menteri bukanlah sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, karena sesuai ketentuan yang terdapat dalam Pasal tersebut ialah hanya berupa Peraturan Menteri bukannya Instruksi Menteri yang mana dianggap sebagai peraturan kebijakan dan dalam taraf pengimplementasiannya peraturan kebijakan seperti halnya instruksi menteri tidak dapat secara langsung mengikat secara hukum namun tetap memiliki relevansi hukum.

 Sedangkan dari segi materilnya, kebijakan yang berbentuk instruksi ini terlihat berada di posisi yang sama dengan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ataupun Presiden. Di sisi lain, berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan memandang bahwa kebijakan pemerintah digolongkan sebagai Keputusan Pejabat TUN bukan peraturan. Demikian juga apa yang menjadi pendapat Bagir Manan yang ia kemukakan bahwa instruksi termasuk dalam kebijakan bukan peraturan.. oleh karena itu, tindakan yang menempatkan surat edaran dan instruksi dalam peraturan lain-lain yang tertuang di dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 merupakan tindakan yang keliru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pada hakikatnya pembatasan yang dituangkan ke dalam PPKM merupakan pengembangan dari PSBB yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, terlihat mengherankan memang substansi hukum yang sebenarnya harus diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 terlihat diabaikan oleh pemerintah dalam menyusun ketentuan PPKM hanya melalui Instruksi Mendagri. Hal demikian bisa dianggap bahwa ketentuan yang ada dalam Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 telah mengangkangi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, secara legitimasi kekuatan berlakunya tidak sah di mata hukum positif Indonesia.

Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar PPKM Tidak Memiliki Legitimasi yang Sah atau ko

Salah satu permasalahan yang cukup fundamental lainnya ialah dapat kita lihat pada diktum kedelapan b huruf dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang menyatakan bahwa pelanggar kerumunan maupun protokol kesehatan dapat dilakukan penegakan hukum. Hakikatnya dalam penegakan hukum baik itu berupa ketentuan pidana maupun sanksi adminsitratif dapat dilaksanakan jika penegakan hukum tersebut tertuang dalam peraturan relevan dimana pembentukannya melalui pendelegasian oleh peraturan yang lebih tinggi. Sedangkan di sisi lain Instruksi Menteri pada tatanan normatifnya tidak dapat disandingkan sebagai sebuah peraturan, oleh karena itulah penegakan hukum tidak dapat dijadikan dasar hukum bagi peraturan-peraturan di bawahnya. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelanggar PPKM baik kerumunan maupun pengabaian protokol kesehatan yang telah dilaksanakan di berbagai daerah Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun