Mohon tunggu...
Kaliktus UreMaran
Kaliktus UreMaran Mohon Tunggu... Guru - foto saya

TKK Nogo Gunu SDK Waikliang SMP Negeri 1 Tajung Bunga SMA Negeri 1 Tanjung Sekarang Kuliah di Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batu Melahirkan Batu (Part 1)

4 November 2019   02:59 Diperbarui: 4 November 2019   02:59 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sebelum senja membawa pergi berlayar ijinkan aku bertanya.."

=Ure Maran=

Di atas batu, Ratu sedari tadi duduk, matanya kosong menatap laut lepas, bahunya sengaja ia biarkan bersandar di batang pohon gamal sebab seharian ia bekerja di kebunnya bersama Ayah Ibu dan kedua saudarinya. "Ratu.. Ratu..", suara dari sudut kebun, Emil tengah menerobos batang-batang jagung untuk sampai ke tempat Ratu,"cepat Lijed senjanya keburu pergi.." seru Ratu. Emil adalah Kakak perempuan Ratu, dengan wajah bulat senyum manis, kulit sawo matang, rambut keriting, dia sama seperti Ratu, sama-sama menyukai matahari senja, panggilan Lijed adalah sebuah nama yang Ratu berikan kepada Emil yang diambil dari nama lengkapnya, Emili Jedo. Tampak matahari malu pergi dari tempat intipnya, menunjukan merah keberaniannya kepada langit saat menjemput raja pekat. "mari Nak.. kita pulang.." Ibu sedari tadi menunggu mereka untuk pulang karena hari sudah semakin gelap. Menikmati perjalanan pulang adalah sebuah ke istimewahan yang sungguh luar biasa bagi anak anak desa, berjumpa sanak di tengah perjalanan, harum haruman alam, keringat dan sisa makanan tadi siang.

Malam menjadi malam-malam panjang, oleh tangan dan bayangan, Ratu dan Emil selalu memainkan kepala anjing atau burung burungan bayang, karena di rumah  lampu listri sedang tidak menyala, yang ada hanyalah lilin serta lentera di setiap sudut ruangan, " Emil, mari Nak.. bantu Bunda siapkan meja makan.." mendengar perintah itu Emil beranjak menuju meja makan menyiapkan piring dan cangkir cangkir tempurung, menyalakan sebuah lilin di tengah meja dan kembali ke dapur mengambil makanan untuk malam ini. "Ratu, panggil Ayah mari makan.." dengan sigap Ratu berdiri dan berlari menuju kamar Ayah, "Ayah.. Ayah.. bangun gendong Ratu ke meja makan..", tiba tiba saja Ayah Ratu yang terkejut dari tidurnya menampar Ratu dengan keras, paakkkkkkk.., terkejut mendengar bunyi tampar itu Ibu dan Emil berteriak histeris "Ayahhhh.." Ratu berlari keluar dari kamar, dia meninggalkan rumahnya, menerobos malam ia terus berlari bersama air matanya yang tak henti mengalir, entahlah apa yang tengah merasuki pikiran Ayah sehingga berbuat demikian? Pikir Ratu dalam setiap langkah pelariannya menginjak tanah, gelap tak menjadi sebuah ketakutan bagi ratu, dia hanya mau berlari dan terus berlari membawa perih di pipi dan terlebih lagi di hatinya, serasa dia tidak lagi menjadi pemuda gagah tetapi dalam bayang menjadi anak kecil tanpa daya. Di ujung pelarianya itu dia berhenti di sebuah tempat, tempat dimana dia menumpakan segalah kesusahan dalam hatinya sejak ia berumur 14 tahun yang lalu, dingin semakin menusuk menembus batas kehangatan tangan seorang Ayah, ini merupakan tamparan ke 19 kalinya sejak ia kecil. Dia mengingat dengan jelas bagaiman Ayah memeluk menggendonganya dengan penuh kasih, bahkan Ayah rela memanjat pohon demi mendaptkan buah mangga untuk Ratu, bagaimana Ratu merengek karena bunyi bunyian dari batang padinya yang rusak dan itu dipenuhi Ayah dengan membuat yang baru, segalahnya berkecamuk dalam benak dan jiwanya, membunuh bahkan mematikan kasih kepada seorang pembunuh yang tengah membeli segalanya dengan senyuman, semakin dingin, diam dalam kesenyapan terang bulan pun taklagi segemerlap dia turut merasakan kepedihan ini,  lelah, sungguh lelah dari sebuah musim yang sudah enggan berkawan denganya, ia terlelap dalan pelukan batu yang hanya diam dalam kata kata.

"Biarlah bulan menjadi teman, menjadi nina bobo untukmu malam ini. Lelaplah, aku sedang menunggu kamu diruang mimpiku yang tak bertepi.."

=Ure Maran=

Bersambung...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun