Mohon tunggu...
Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi
Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi Mohon Tunggu... Penulis - Saya seorang freelancer penulis, yaitu sebagai seorang profesional ghostwriter.

Sebagai seorang penulis hobi saya tentu saja menulis, membaca buku dan sebagai seorang ghostwriter saya paling suka kalau disuruh menulis artikel yang menangkat isu-isu sosial yang sedang menjadi pusat perhatian publik. Saya orangnya gak suka basa basi, ribet saya lebih suka langsung ke permasalahannya aja. Konten atau topik yang saya sukai yaitu mengenai sosial, hukum, politik, filsafat dan seputaran dunia literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Saya Lebih Memilih Bersikap Skeptis terhadap Urusan Politik di Negeri Ini?

27 Juni 2023   10:00 Diperbarui: 27 Juni 2023   10:00 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi sikap skeptis terhadap urusan politik by: istockphoto.com

Penulis: Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi

Sebentar lagi, negara kita memasuki fase pesta demokrasi lima tahun sekali. Yuuuupppppssss, tepat sekali!!!! Negara kita akan mengadaka pemilu serentak tahun 2024 mendatang. 

Hal ini, tentu saja akan menimbulkan animo yang sangat luar biasa bagi masyarakat Indonesia, terkhusus bagi pendukung kandidat-kandidat yang akan bertarung di pemilu mendatang. Baik level calon anggota DPRD/DPR maupun Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

Tapi bagi saya, saya selalu merasa "skeptis" terhadap semuanya, dari dulu sampai sekarang saya tidak tertarik dengan urusan politik. Sebagai seorang warga negara yang peduli dengan kondisi politik di negeri ini, saya lebih memilih untuk  bersikap "skeptis" terhadap kondisi politik saat ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang membuat saya merasa tidak percaya terhadap kinerja pemerintah dan pemimpin yang ada saat ini.

Pertama-tama, saya skeptis karena melihat bahwa setiap lima tahun sekali, kita akan memilih seorang pemimpin baru yang akan memimpin bangsa ini ke depan. Namun, program-program politik dan janji-janji bagi saya  selalu terdengar bualan belaka dan selalu muluk-muluk, padahal ada begitu banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan di era sebelumnya. 

Saya merasa bahwa setiap kali memilih pemimpin baru, kita seolah-olah memberikan kepercayaan yang terlalu besar, padahal belum terlihat kinerja dan capaian yang konkret dari era kepemimpinan sebelumnya.

Kedua, saya skeptis terhadap urusan politik karena masih banyaknya praktik korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi masih menjadi salah satu PR besar di Indonesia. Tindak korupsi seringkali merugikan kepentingan rakyat yang seharusnya dijamin oleh negara. Kasus-kasus korupsi yang terjadi menjadi indikator bahwa pemimpin bangsa ini masih belum mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

Ketiga, saya skeptis terhadap urusan politik di negeri ini karena saya menyaksikan sendiri masih maraknya terjadinya "politik identitas" karena Indonesia adalah negara yang beragam, dan sayangnya perbedaan identitas dan suku seringkali menjadi isu dalam urusan politik. Politik identitas yang terkesan memihak pada kelompok tertentu seringkali menimbulkan sentimen negatif dan berpotensi membuat persatuan dan kesatuan bangsa terancam.

Selain itu, saya juga melihat adanya ketidakadilan dalam dunia politik. Terkadang, seseorang yang memiliki uang atau nama besar, meskipun tidak memiliki rekam jejak yang baik, bisa saja terpilih menjadi pemimpin. Hal ini melecehkan hak rakyat yang seharusnya memilih pemimpin yang berdasarkan rekam jejak, prestasi, dan "kredibilitas."

Terakhir, saya skeptis terhadap urusan politik karena adanya polarisasi yang terjadi dalam masyarakat akibat dinamika politik. Saling menyalahkan dan membagi masyarakat menjadi kubu-kubu yang berbeda adalah sikap yang sangat merugikan dan memperkeruh suasana di Indonesia. Ketika mereka yang sedang dalam posisi terpinggirkan dan kurang berkuasa merasa terancam oleh kekuasaan, maka mudah muncul kekhawatiran dan pergesekan yang menyebabkan polarisasi semakin tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun