Penuturan sastra dalam setiap ritus adat (Budaya) mengandung nilai-nilai kehidupan. Namun sering keindahaan sastra ini berhenti hanya pada pengucapan saja. Bahkan bukan hanya itu, jika tidak ada refleksi yang mendalam maka, pesan-pesan nilai-nilai kehidupan menjadi bias. Dalam Ilmu Komunikasi dikatakan, sebuah pesan menjadi bermakna ketika penerima pesan dapat menerima dan memahami pesan.
Penuturan sastra adalah bentuk komunikasi nilai-nilai kehidupan. Proses memahami pesan tidak seperti bentuk komunikasi lainnya karena setiap kata memiliki aneka makna, dan setiap kata harus dipahami dalam keseluruhan konteks pesan, dalam konteks kehidupan sosial, budaya, politik dan agama. Selain itu penuturan mengandaikan sebuah proses pengulangan, terus menerus. Tanpa pengulangan sering kedalaman  pesan-pesan tidak ditangkap dengan utuh.
Sebuah syair "Eke Kelepa One Woho, Keregi Puke Wutu" dalam kehidupan masyarakat Lewotobi Desa Birawan  memiliki makna yang teramat mendalam. Etimologis : Eke : Jangan ( baca jangan sampai ), Kelepa : tali dari pelepa pohon tuak, One ( bagian dalam )Woho, di luar. Keregi : Tulang daun pohon tuak, Puke : Batang, Wutu : Ujung.
Eke kelepa one woho : Jangan sampai  (saat menganyam sesuatu) sisi dalam ada di luar,  eke keregi puke wutu : Jangan sampai  ujung tali bagian bawah  di taruh di atas.
Pesan  tersirat dari syair ini  bagi penulis menegaskan tentang beberapa poin yakni
Keterbukaan :
Menyampaikan sebuah pesan harus jelas dan terbuka. Terbuka artinya kebenaran tidak dibolak balikan. Penutur sastra mewakili dirinya dan masyarakat sosial menegaskan identitas mereka sebagai masyarakat yang terbuka, menerima orang lain, berbeda suku, agama secara dengan tangan terbuka dan hati yang ikhlas. Keterbukaaan menegaskan kerelasediaan menerima perbedaan, rasa solider untuk bersahabat dengan yang lain.
Ketegasan  dan Komitmen
Kata eke ( jangan /jangan sampai ) di awal menegaskan  komitmen untuk setiap dengan kebenaran, setia dengan janji persahabatan, setia untuk tidak bermain-main membolak balikkan fakta. Kata ini juga sebagai warning, peringatan bagi penutur,  bagi pendengar juga orang yang dituju.
Warning/Peringatan
Peringatan ini menunjukkan rasa solider untuk tidak membiarkan sesama jatuh dalam dosa, Â jatuh dalam pengingkaran nilai-nilai kehidupan. Sering dalam tatanan sosial masyarakat, ada yang bersikap membiarkan sesama mereka jatuh dalam pencobaan. Membiarkan sesama mereka berbuat kesalahan dan menjadi alasan kuat sebagai pembenaran untuk proses litani penghakiman.