"mengenalmu bagaikan catatan di bentangan fajar, memahamimu laksana tarian petani dan siulan anak nelayan di tengah terik mentari. Mendengar kisahmu bagaikan lantunan camar berpamit senja".
di bentang garis pantai kau goreskan keraguan
di lengkungan kerikil bebatuan kau pahat harapan
di jarak tak menentu engkau menanti
kini
engkau kembali memahat dukamu
namun bukan untuk sebuah catatan
karna hanya goresan kecil terhapus hujan
menerpih serpih di ujung angin
hanya sejenak berlena di kursi tua
tubuhnu tak tahan untuk aroma ladang
hanya sesaat mimpi
tersegap duka empunya senja
karna hari mendung terus menggenang
tapi aku tetap bersyukur
ada wajah teduh pernah hadir
bergolek manja di kerasnya kursi petani
aromanya tersapuh angin laut
bersahut di sudut petak ladang
di sini kita berpisah
karna senja telah memanggil
untuk aku nyanyikan kidung rindu
menghibur penghuni ladang
dan engkau sahabatku
teruskan pahatanmu dengan nama baru
di kota yang pernah kita berbagi kisah
untuk dia gadis berkacamata......
Catatan anak petani
Uran Oncu , 13 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H