Sebagai Wakil Presiden,  saya percaya Bapak Jusuf Kalla memainkan peran yang cukup besar bagi roda pemerintahan. Saya menghormati dan menghargai beliau dalam Kapasitasnya sebagai Wakil dari Jokowi, Presiden yang sungguh – sungguh menginspirasi dan Presiden yang dengan Benar menterjemahkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  1945 serta kebhinekaan.  Apa saja perannya, maaf saya kurang tahu. Satu hal yang saya tahu dari pemberitaan di media massa adalah perannya di balik pengusungan Anies Basweda.
Sebagai seorang pribadi, Bapak Jusuf Kalla boleh menyampaikan pandangan pribadinya tetapi ia seorang Wakil Presiden yang telah menjadi milik seluruh bangsa ini. Ia tidak boleh berpihak pada satu golongan atau mendukung seorang calon secara terang-terangan. Dan lebih baik beliau diam. Setelah sekian polemik berkembang sampai keputusan Pengadilan, Protes Damai  terus bergemah, mengalun di setiap lekukan  persada, menyapa seluruh warga nusantara. Dawai Damai pun menggetarkan nurani kebenaran dari luar negeri baik oleh warga negara Indonesia atau dari warga dunia. PBB pun melalui tiga orang pakarnya menyatakan pendapat mereka.
Terhadap suarah PBB ini beliau pun berkomentar bahwa PBB tidak boleh campur urusan. Â http://nasional.kompas.com/read/2017/05/23/20205841/jusuf.kalla.minta.ahli.pbb.tak.ikut.campur.soal.hukuman.ahokhttp://nasional.kompas.com/read/2017/05/23/20205841/jusuf.kalla.minta.ahli.pbb.tak.ikut.campur.soal.hukuman.ahok. Bagi saya mereka tidak mencampuri tetapi memberikan padangan saja karena mereka tahu bahwa keputusan pengadilan dipengaruhi oleh tekanan massa dalam sekian gelombang sampai-sampai ini menjadi ajang reuni para peserta demo.
Jika hukum Indonesia ditegakan sesuai dengan prinsip Asasi Manusia, maka tidak ada demo. Maka tahapan klarifikasi  awal berjalan baik dan berhenti di tahapan permintaan maaf dari Ahok. Tetapi karena suarah Jusuf Kalla untuk Anis Basweda maka seolah-olah ini adalah amanat, tugas yang harus dijalankan, dikawal. Maka kasus Ahok pun terus bergulir.
Ketika ketidakadilan menodai kebenaran, ketika Hak Asasi Manusia diancam, ketika intimidasi terjadi secara masif apakah kita hanya berdiam diri. Warga pelosok nusantara ini tidak berdiam diri. Mereka terus mengikuti perkembangan. Doa-doa, intensi  Misa di setiap Gereja Katolik muncul dari umat, dari orang-orang sederhana. Doa seorang rekan saya yang Muslim di setiap malam dan pagi hari bagi Ahok menegaskan bahwa Ahok sebagai Simbol Kebenaran, simbol Totalitas mengabdi bagi Negara, simbol pelayan yang setia, simbol seorang penatalayan Indonesia. Warga Nusantara bergerak dalam diam, dalam doa-doa mereka. Pada tataran Internasional PBB pun  berkewajiban melakukan seruan moral atas ketidakadilan ini.
Seruan Moral berbeda dengan mencampuri urusan. Seruan moral adalah pesan perdamaian, pesan yang terus disampaikan dan diharapkan ada respon yang baik, benar dan terukur untuk meninjau kembali proses hukum. Merespon pesan moral adalah ciri-ciri negarawan, yang mau bertanya, berdiskusi dan jika memang terjadi kesalahan maka negarawan tersebut harus berani meminta maaf atau sebagai pelopor untuk mendorong proses peninjauan kembali.
Mungkinkah Indonesia masih memiliki Negarawan? Jawaban Tegas Ya ada dalam diri Ahok yang tegar dalam Imannya, dalam Kesetiaan pada Negara Kesatuan dengan menarik permohonan banding.
Dan untuk Bapak Jusuf Kalla, setelah Ahok ini, apa langkah selanjutnya ? Semoga Manufer politik bapak mengajari kami untuk lebih bijak memahami, apakah Bapak Seorang Negarawan atau hanya sekedar seorang politisi yang siap bermanufer dengan segala cara termasuk membungkam kebenaran?
                                          Foto ini aku persembahkan khusus untuk Ahok. Kebenaran tetap bersinar. Kegelapan tidak dapat menutupi cahaya Terang. Meski dalam Penjara, Cahaya Kebenaran akan terus menerobosi Kegelapan. Mereka yang bersorak sorai karena Ahok diputuskan bersalah akan tiba waktunya, Ia Tuhan mempermalukan mereka. Dan pada saat itu semua orang, akan mengucapkan Ahok memang Pejuang Kebenaran...
Uran Faby
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H