Landasan Filosofi UU Desa No 6 tahun 2014 menegaskan entitas desa, sebagai wadah kesatuan masyarakat dengan segala kekayaan sosial budaya yang diakui dan dihormati dalam sisitim ketatanegaraan Republik Indonesia. Asas Rekognisi dan Subsidiaritas dari sekian asas menjadi dasar bagaimana Desa diberi ruang dan pengakuan untuk mengembangkan dirinya sebagai garda terdepan dalam pembangunan sekaligus sebagai subjek dari pembangunan tersebut.
Sebuah opini yang dimuat di harian Flores Pos tanggal 05 Oktober 2015 tentang kekhawatiran Soal Kelola Dana Desa, disoroti bahwa Surat keputusan bersama tiga Menteri, yaitu Kementrian Desa PDTT, Keuangan dan Dalam Negeri adalah mengkebiri partisipasi rakyat desa. Dikatakan juga bahwa SKB merevisi UU Desa. Dua poin ini sungguh mengusik penulis untuk ditanggapi sebelum memaparkan pandangan lebih jauh tentang strategi menjawab keraguan pengelolaan dana desa.
Pertama. SKB ketiga mentri bukan merevisi UU Desa No 6 tahun 2014 tetapi sebagai sarana untuk membantu percepatan implementasi UU Desa. Kedudukan SKB dibawah UU dan secara aspek hukum SKB tidak bisa merevisi UU.
Kedua. SKB ini mengekebiri Partisipasi masyarakat. Asas dari UU Desa No 6 tahun adalah : Rekognisi, Subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, musawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, keberlanjutan. Ketigabelas asas pengaturan ini menegaskan tentang bagaimana pembangunan desa sekarang dan masa depan. SKB tidak mengekebiri proses partisipasi masyarakat tetapi SKB adalah sarana untuk membantu percepatan implementasi UU Desa. Kehadiran UU Desa justru menuntut setiap pelaku yang berkaitan erat dalam tata kelola pemerintahan Desa untuk mewujudkan reformasi mental untuk memulai belajar mengelola program pembangunan dan pemberdayaan desa ( sesuai dengan amanat peraturan mentri Desa , PDTT No 5 tahun 2015 tentang Prioritas penggunaan Dana Desa yang bersumber dari APBN).
UU Desa Menuntut Kreativitas Desa
Reformasi mental yang terwujud dalam Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa ( RPJM Desa ) dan Rencana Kerja Pembangunan ( RKP) tahunan menuntut partisipasi masyarakat untuk bersama- sama dengan pemerintahan desa menghasilkan dokumen RPJM sebagai dasar untuk RKP.
Pengalaman di desa Birawan kecamatan Ilebura Kabupaten Flores Timur adalah partisipasi penuh dari masyarakat termasuk partisipasi dari anak-anak dalam kegiatan penggalian gagasan (musyawarah Desa) untuk penyusunan dokumen RPJM desa. Tidak ada format yang diturunkan dari pihak pemerintah. Aparat desa dalam semangat kreativitas berusaha mengembangkan design dokumen ini.
Prinsip subsidiaritas seharusnya menjadi spirit dari jajaran pemerintahan desa untuk berani belajar mandiri dalam menyusun design dokumen RPJM. Proses penyusunan tidak serta merta menghasilkan dokumen yang final. Ada tahapan koreksi dari pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa tingkat kabupaten. Semua Proses ini adalah seni mewujudkan pembangunan yang berbasis komunikasi partisipatoris. Sarvaes seorang pakar komunikasi pembangunan sebagaimana dikutip oleh Sumadi Dilla mengatakan bahwa “… Pusat strategi pembangunan , sepanjang itu layak, akan menjadi wilayah lokal , dan sejauh mungkin keputusan lokal menjadi pusat perencanaan pembangunan, menekankan komunikasi dua arah dan komunikasi horizontal dengan sedikit mengabaikan yang vertical “ Dilla Sumadi, Komunikasi Pembangunan, Pendekatan Terpadu , 2007 hal 160-161.). Ini artinya partisipatoris lebih menekankan pada identitas budaya komunitas local sebagai manifestasi dan tujuan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dan ini sejalan dengan dengan amanat UU Desa bab IV tentang Kewenangan Desa yakni Kewenangan Desa berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal berskala Desa.
Kreativitas Desa adalah seni membangun komunikasi program yang terintegrasi dan sinergis. Pemerintah Desa harus menyadari eksistensi mereka bahwa mereka hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan entitas desa yang kehadirannya akan bermakna ketika dirajut dalam kebersamaan. Strategi Program yang terintegrasi dan sinergis menjadi sebuah wadah untuk mewujudkan Desa yang maju, mandiri dan demokratis.
Kreativitas Yang Gagap.
Harapan pemerintah agar UU Desa segerah diimplementasikan. Semangat “ Ayo Kerja” sebagai wujud dari prinsip Revolusi mental mendorong pemerintah di setiap tingkatan untuk membantu dan mengawal proses ini termasuk kebijakan adanya Kader Pendamping Desa. Sekian kebijakan dilahirkan untuk membantu “ memfasilitasi” bukan untuk mengambil dan memainkan sepenuhnya peran tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat desa. Memfasiltasi artinya sebuah pendekatan untuk membantu pihak pemerintah desa dalam membahasakan harapan- harapan masyarakat dalam design program yang lebih jelas dan berpihak dengan masyarakat. Memfasiltasi artinya tetap memberikan ruang untuk proses tumbuh kembang semangat kemandirian desa yang berbasis pada keragaman dan kekayaan social budaya, potensi lokal. Memfaslitasi artinya mendorong tercipta ruang untuk pengembangan semangat kreativitas Desa.
Seni Komunikasi Pembangunan
Pada tataran ini Seni komunikasi pembangunan hendaknya mampu dimainkan oleh para calon kader pendamping desa untuk menterjemahkan kehadirannya di setiap pelosok desa. Harapan public, para calon kader pendamping desa yang sedang dalam tahapan seleksi benar- benar berkualitas bukan karna “ ada orang dalam”. Jika ini terjadi maka itu menjadi sebuah pengkhianatan terhadap spiritualitas dari UU Desa. Bagi penulis pembangunan yang berbasis partispatoris masyarakat menuntut adanya komunikasi partisipatoris.