Bayangkan, ada teman SMP kalian yang meninggal, anggap X. Ada teman kalian yang lain, si Y, yang meng-twit “Jangan gunakan momen meninggalnya X untuk nanya kabar ke mantan apakah dia datang ke pemakamannya apa ga? #TetapTenang #TetapMoveon”
Percayalah, jika twit itu diketahui orang tua dan keluarga X, mungkin Y akan dipukuli dan dengan segera menyusul X. Setidaklucu itu lho.
Terakhir, perilaku sebagian (besar) masyarakat Indonesia pada minggu ini mengingatkan saya akan perilaku sebagian orang saat Riau ditimpa bencana asap beberapa waktu yang lalu. Anda menemukan banyak sekali posko-posko galangan sumbangan dana, bukan? Dana tersebut digunakan untuk membeli masker dan juga pembiayaan berbagai usaha untuk segera menyelesaikan bencana asap tersebut.
Nah, saya ingin bertanya sebelumnya:
Apa yang sudah kalian sumbangkan untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana di Riau?
Jangankan 100.000 rupiah, sumbangan 5000 rupiah, tidak, 100 rupiah saja dari anda akan sangat berharga waktu itu.
Jika anda sudah menyumbang secara diam-diam, baik sekali, semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat.
Jika anda tidak menyumbang, namun anda bersikeras berkata sudah peduli dan membantu saudara-saudara kita dengan foto terbaik anda menutup mulut atau menggunakan masker di luar negeri atau di tempat lain yang tidak ada asap dengan hashtag #melawanasap ditambah caption “4567 miles away doesn't stop me from being concern about my country. For those who wants to give donation, it can be done through: blablabla” tanpa menyumbang sepeser pun lewat link tersbut, saya harap Allah SWT membalas anda dengan pahala juga karena menyebarkan link untuk berdonasi walupun anda tidak berdonasi, atau at least, follower dan jumlah like yang banyak, bagaimana? Fair enough.
Pada panduan hidup agama Islam pun, tertulis, "Jangan katakan apa yang tidak kamu lakukan".
Bagaimana kalian mengajak orang untuk berdonasi tapi anda sediri tidak?
Bayangkan, jika 1000 likes di akun Instagram anda ditukar 100 rupiah per like-nya, anda sudah dapat menyumbang 100.000 rupiah yang akan sangat bermanfaat sekali untuk pembelian masker waktu itu.
Jujur saja, saya sendiri merasa sangat hina, saya tidak menyumbang satu rupiah pun pada waktu bencana asap tersebut. Itulah bedanya "simpati" dan "empati". Simpati adalah merasa kasihan tanpa berbuat apa-apa, sedangkan empati ditambah dengan tindakan nyata.