Nada ini menyiratkan suasana kemarahan karena ketidakadilan yang dirasakan tokoh sumarah.Rasa ketidakadilan ini menciptakan kemarahan yang diungkapkan penulis dengan pemilihan kata yang kasar serta nada tinggi.Hal tersebut tentu dapat menjelaskan betapa marah dan kecewanya tokoh sumarah.
Selain ketidakadilan adanya harapan juga tergambar meski sesaat dalam monolog ini entah takdir apa yang dituliskan untuk sumarah sampai-sampai kebahagiaannya hadir hanya sesaat saja.Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya nada romantic pada kutipan monolog tersebut nada romantic sendiri adalah nada yang menggambarkan suasana hati yang senang dan tenang.Dengan tekanan suara sedikit tinggi dan menyiratkan suasana hati yang gembira dan senang.Berikut adalah kutipan monolognya"Dari bekerja di juragan beras itu, saya berkenalan dengan seorang lelaki, yang kemudian saya jatuh cinta padanya. Namanya Mas Edi, seorang tentara. Yang sering mengantarkan beras-beras jatah pada tentara yang dijual kepada istri komandan Mas Edi.Nah, Mas Edi bertugas mengantarkan beras-beras itu. Cinta saya semakin bersemi, manakala saya tahu Mas Edi juga menaru hati pada saya, rasanya hati saya melambung tinggi sekali".
Jatuh cinta membuat hati sumarah bersemi dengan penuh kebahagiaan.Namun ini berlangsung tidak lama karena adanya penggunaan nada melankolik kembali yang mengutarakan kesedihan sumarah yang kecewa karena cintanya yang tidak dapat bersatu dengan mas Edi yang seorang tentara sebab ayah handa sumarah yang tertuduh sebagai PKI.Hal ini terbukti dari satu kutipan monolog berikut ini "Tapi untuk kemudian terpelanting dan jatuh ke jurang yang curam. Â Saya tak mungkin meneruskan hubungan cinta saya dengan Mas Edi. Â Saya tidak mungkin membumikan impian untuk menjadi istrinya. Â Mas Edi mundur teratur setelah mengetahui sejarah keluarga saya. Â Sebagai tentara haram jadah jika mempunyai istri seperti saya. Â Lagi-lagi bayangan bapak menggelapkan nama saya."
Dalam puncak kekecewaan di hidupnya di negri sendiri sumarah juga mendapatkan kekecewaan kembali setelah pergi jauh ke negri orang.Persalahan yang di nobatkan kepadanya kini di iyakan olehnya.Muncul kembali nada protes yang penuh dengan amarah dan kekecewaan akan keadilan  dan nasip hidupnya.Hal ini tersirat jelas dengan dialog berikut ini "Saya disiksa, gaji saya setahun hilang untuk tetek bengek alasan administrasi yang dicari-cari, dan bencana itu... saya diperkosa!!! Seperti budak hina yang halal dibinatangkan.Bertahun-tahun saya Cuma diselipkan di negeri sendiri. Kepala saya tidak boleh menyembul di tengah kerumunan. Apakah di negeri orang saya masih dimelatakan. Tidak!! Kesadaran itu muncul tiba-tiba. Saya harus mendongakkan kepala, meludahi muka orang yang membinatangkan saya, mengangkat tangan dan meraih pisau tajam untuk kemudian saya masukan mata pisau ke jantung hatinya. Majikan itu saya bunuh. Semuanya! Saya tahu, saya akan menjadi gelap yang sesungguhnya. Bertahun-tahun saya tidak salah tapi disalahkan. Sekarang dengan berani saya berbuat salah. Salah yang sesungguhnya".
Kesimpulan yang dapat kami petik dari monolog balada sumarah karya Tentrem Lastari ini adalah beliau berhasil memberikan nada dan suasana yang semakin menambahkan rasa yang dapat dirasakan pemnikmatnya.Nada dan suasana yang di tuliskan apik ini mampu menambah imaginasi penikmatnya untuk merasakan kesakitan,keputusasaan,dan kekecewaan tokoh sumarah kepada hidup dan nasipnya.Selain itu Tentrem Lestari juga berhasil merubah pola pikir pembaca agar memutuskan pandangan yang memojokan para keturunan tertuduh anggota gerakan G30SPKI.Nada dan suasana dalam monolog ini menambahkan makna mendalam yang jika kita turut memahaminya maka kita akan lebih mengerti lagi maksud dari setiap nada dan suasana yang dituliskan penulisnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI