Judul: Dekati Surga, Jauhi Neraka
Penulis: Khaled Abu Shadi
Penerbit: Mizania, Bandung
Cetakan: Pertama, Februari 2014
Tebal: 296 Halaman
Ketika berbicara surga dan neraka, mungkin sebagian orang akan berpikir bahwa pikiran kita terlalu jauh. Di usia yang masih muda, kenapa sudah harus memikirkan surga dan neraka? Nikmati saja hidup ini dengan santai. Bukankah hidup ini hanya sementara?
Tetapi, siapa yang tahu nasib seseorang? Takdir adalah hak prerogatif Allah. Rahasia yang tidak pernah diketahui oleh hamba-hamba-Nya. Tugas manusia hanya berusaha melakukan amal terbaik di dunia.
Surga dan neraka adalah tempat persinggahan terakhir manusia. Ibaratnya, kita sedang melakukan pelayaran menuju sebuah pelabuhan tempat kapal yang kita tumpangi berlabuh. Surga telah disiapkan oleh Allah bagi yang beramal baik, sementara neraka adalah tempat bagi orang-orang yang banyak melakukan dosa ketika di dunia. Orang-orang yang tidak mengindahkan perintah Tuhannya.
Dalam buku Dekati Surga, Jauhi Neraka, Khaled Abu Shadi mengajak kita merenung dan mentadabburi kehidupan yang hanya sementara ini. Bahwa apa yang dikerjakan oleh manusia di dunia, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebesar apa usaha kita di dunia, maka sebesar itu pula yang kelak akan kita dapatkan di akhirat.
Buku ini memuat sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan surga dan neraka. Bagaimana amalan yang mendatangkan pahala dan amalan yang akan menjerumuskan manusia ke jurang neraka. Dalam mukadimah dan bab pertama buku ini, penulis mengajak kita memahami hakikat surga dan mengapa kita harus membahas dan membicarakannya.
Surga, oleh penulis buku ini diibaratkan sebuah kampung halaman yang dirindukan oleh semua orang. Dunia ibarat perantauan sementara yang kelak akan ditinggalkan, untuk kemudian pulang dan kembali ke tempat yang lebih abadi dan dirindukan: surga. Di dunia ini, setiap jiwa akan merindukan kampung halamannya saat rasa terasing semakin menguat. Perasaan ini akan dialami, baik oleh pencari ilmu maupun orang yang sedang bekerja mencari nafkah di negeri orang. Terkadang, negeri asing itu lebih indah, lebih baik, lebih makmur dibandingkan dengan negeri sendiri. Namun demikian, jiwa akan tetap merintih merindukan kampung halaman, meski dengan segudang kemiskinan dan kesederhanaan (halaman 25).
Di sinilah pentingnya kita membicarakan surga dan berharap kelak kita menjadi bagian dari para penghuninya. Kita perlu mengenal dan mengetahui keindahan yang akan didapatkan dan dirasakan di surga. Menurut penulis, barang siapa mengetahui besarnya upah, ia akan sabar menjalani kesulitan panjang. Seseorang tidak akan sampai di tempat peristirahatannya, kecuali setelah melalui jembatan kelelahan.
Dalam kehidupan dunia, kita bisa melihat orang yang berjuang mati-matian dalam pekerjaan mereka dan kemudian sukses di bidangnya. Mereka sanggup begadang berjam-jam lamanya, selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun karena mengharapkan gaji yang besar di akhir bulan atau promosi jabatan, meskipun mereka harus melalui masa sulit, berpisah dengan keluarga, menguras otak dan pikiran, serta membuat tubuh menjadi sakit.
Demikianlah juga dalam mengharapkan surga. Kita bisa berpikir bagaimana mendapatkan kenyamanan di surga sebagaimana kita memikirkan bayaran atau gaji dari hasil bekerja. Analogi ini memperjelas bahwa untuk mendapatkan sebuah kenikmatan itu harus melalui kerja keras, bersusah payah dan rela mengorbankan sesuatu yang sifatnya hanya sementara.
Dalam buku 296 halaman ini, penulis dengan sangat terperinci membahas berbagai hal yang berkaitan dengan surga dan neraka. Dengan pembahasan yang ringan namun menyentuh dengan kalimat-kalimat yang sarat dengan nasihat, pembaca bisa memahaminya dengan mudah dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama bagaimana mengenal amalan-amalan yang perlu dilakukan oleh calon penghuni surga, dan menjauhi pekerjaan-pekerjaan yang bisa mencelakakan kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Buku ini sangat cocok menjadi panduan dan penuntun rohani bagi manusia tanpa ada kalimat-kalimat yang menggurui, yang biasanya akan terasa membosankan dan melelahkan ketika membacanya. Selamat membaca! (*)
*) Untung Wahyudi, Lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H