Mohon tunggu...
Untung Dwiharjo
Untung Dwiharjo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Surabaya

Lulusan Jurusan Sosiologi Fisip Unair. Pernah bekerja sebagai wartawan dan peneliti pada lembaga Nirlaba nasional yang berbasis di Surabaya. Pernah meraih juara pada lomab LKTI dan beberapa kali tulisannya mampir di bebrapa media seperti Jawa Pos, Surya, harian Bhirawa dan detik.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar untuk Mengantisipasi Masa Depan

1 Desember 2021   06:43 Diperbarui: 1 Desember 2021   07:20 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kini banyak pemuda lulusan SMU atau sederajat yang berbondong-bondong untuk meneruskan studi kuliah di perguruan tinggi. Karena pendidikan tinggi adalah salah satu pintu gerbang menuju kesuksesan di masa depan.Tapi kadang harapan tidak selalu indah seperti  yang dibayangkan. Sebagaimana data BPS yang mencatat sarjana yang menganggur hampir 1 juta pada Februari 2021.

Sebenarnya dengan melihat data pengganguaran sarjana kita bisa melihat bahwa sekolah atau kuliah itu tidak menjamin masa depan cerah sesuai harapan kita. Tapi memang  kuliah adalah semacam belajar untuk mengantisipasi masa depan. Dalam artian  ketika kuliah  disana diajarkan secara teori dan ketrampilan yang bisa diserap oleh mahasiswa dari dosen lewat materi kuliah. Disamping  di jenjang kuliah juga ada berbagai kegiatan di luar pembelajaran seperti organisasi mahasiswa baik di dalam kampus maupun di luar kampus.

Semuanya itu untuk menunjang ketrampilan mahasiswa kelak setelah lulus terjun ke masyarakat bisa mememenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja dan bisa bertahan di tengah persaingan hidup yang ketat. Jadi kuliah dipahami secara pragmatis  oleh sebagaian besar besar kalangan  masyarakat agar cepat atau mudah mendapatkan pekerjaan. Walaupun dalam kenyataan mungkin bisa lain ceritanya.

Belajar Harus Menjadi Prioritas

Sesunguhnya belajar itu tidak harus kuliah atau lewat sekolah tapi yang lebih pentng adalah sekolah di alam kehidupan yang mengajarkan  manusia akan masalah sesungguhnya yagng dihadapi, dibanding dengan dengan jenang pendidikan sekolah atau perguruan tingi yang banyak mengajarkan  pengetahuan atau realitas  yang kadang sifatnya di atas kertas (buku) yang serba ideal  tapi kadang realitas di atas kertas tidak sama dengan realitas didunia kenyataan di masyarakat.

Kadang apa diajarkan di ruang kelas adalah fenomena atau materi lama yang kadang usang atau materi lama yang kadang ketinggalan zaman. Makanya salah seorang dosen dalam sebuah webinar tentang sebuah buku materi kuliah mengatakan bahwa materi-materi kuliah harusnya megajarkan materi meteri masa depan  bukan materi kuliah yang isinya masa lalu.

Oleh karena itu maka belajar sudah seharusnya menjadi prioritas yang dilakukan generasi muda. Tidak harus kuliah atau sekolah  formal tetapi belajar untuk memehami tantangan masa depan agar bisa terus relevan dengan tantangan zaman. Karena itu saya sepaham dengan apa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Utami  Munandar yang mengetakan bahwa belajar hendaknya menjadi prioritas lebih-lebih belajar untuk melihat ke depan, yakni belajar untuk mengatisipasi realitas. Ini menjadi penting bagi anak dan remaja yang hidup dalam era globalisasi  atau era  revolusi Industri 5.0. yang menuntut keterbukaan dan kelenturan dalam pemikiran, serta kemampuan dalam  memecahkan masalah nonrutin secara kreatif dan kritis (Syah, 2003).

Dengan kata lain, bagi remaja agar bisa bertahan dari persaingan kehidupan dunia kerja dan kehidupan maka seyognya selalu belajar baik formal  melalui sekolah dan kuliah di Perguruan Tinggi  (PT) juga perlu pendidikan penunjang baik informal maupun non formal.  Sehingga dapat mengikuti perekembangan dan  mampu menjawab tantangan di zamannya.

Belajar Untuk Mengantisipasi Masa Depan 

Masa sekarang dimana dikenal sebagai zaman ketidakpastian karena perubahan demikian cepat. Maka sebagai manusia kita dituntut untuk selalu belajar setiap waktu dan saat  serta setiap ada kesempatan. Karena bagimanapun juga setiap pengetahuan baru manusia nerupakan kemajuan absolut. Tidak ada jalan kembali. Proses belajar tidak dapat diputar kembali.

Karena masa depan di era revolusi industri 5.0 penuh dengan ketidakpastian dimana perubahan berjalan sangat cepat, maka proses belajar juga mengalami perubahan. Kalau dulu zaman tahun 80-90an model belajar yang ada waktu itu adalah cari nilai target SKS atau cara menghafal  model pelajar SLTP dan SMU hingga mematikan kreatifitas berpikir siswa dan mahasiswa. Justru sekarang kreatifitaslah yang dipacu agar para pembelajar dapat sukses menapaki anak zaman yang penuh gejolak yang penuh dengan turbulensi ini.

Belajar lebih kritis dengan ketrampilan baru, membuka pemikiran baru setiap saat adalah kunci dalam strategi untuk bertahan dari persaingan yang semakin keras ini. Dulu sewaktu saya dibangku kuliah seorang dosen senior mengatakan dalam salah satu kuliahnya bahwa berdasarkan pengalaman para alumni kampus bahwa hanya 10 persen saja mata kuliah yang dipakai di tempat kerja. Maka mungkin betul apa yang dikatakan Illich bahwa sekolah atau pendiidkan formal mengajarkan sedikit pengetahuan (Zamroni, 1992).

Hal tersebut mungkin tidak berlaku pada semua model pendidikan seperti pendidikan profesi atau yang sejenis. Tapi apabila itu berkenaan dengan kemasyarakatan dan teknologi maka akan semakin berkembang memenuhi tuntutan keadaan terbaru, yang mungkin tidak diajarkan di buku ajar  di bangku sekolah atau kuliah.

Jadi belajar untuk megantisipasi masa depan mutlak sekarang dilakukan oleh siapa saja jika ingin bertahan. Apalagi pada era pandemi covid-19 ini maka gerak langkah orang dibatasi maka tantangan agar bisa bertahan hidup menjadi lebih rumit. Banyak usaha atau perusahaan gulung tikar, para pekerja terkena PHK  dan sebagainya.

Jadi belajar setiap waktu, setinggi-tingginya bukan untuk mencari gelar, karena sebagaimana dikatakan salah seorang wakil dekan di sebuah perguruan tinggi bahwa gelar adalah bonus tapi yang lebih penting adalah mencari ilmu untuk bisa bertahan di tengah persaingan hidup yang semakin keras  di masyarakat.

Sehingga belajar untuk mengantisipasi masa depan terutama pasca pandemi Covid-19 menuntut setiap orang agar senantiasa  "asah gergaji" untuk selalu belajar dan berkembang  agar tetap relevan dengan tuntutan zaman yang menuntut kompetensi tinggi di setiap area kehidupan masyarakat dan dunia kerja.       

Untung Dwiharjo, alumnus Fisip Unair 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun