Pohon kapuk randu memiliki banyak kegunaan dan manfaat bagi kehidupan kita. Salah satu kegunaan pohon kapuk randu adalah sebagai pengisi bantal, guling, bahkan kasur. Bagian pohon kapuk randu yang digunakan untuk pengisi bantal hanyalah serat kapas pohon kapuk randu. Jika bijinya akan dibuang karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Biji kapuk randu yang dibuang dapat menambah banyaknya limbah rumah tangga, dan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Dengan diolahnya biji kapuk randu dapat mengurangi limbah rumah tangga dan mengurangi polusi udara akibat pengolahan BBM.
Produksi BBM yang berlebihan juga dapat menyebabkan krisis minyak bumi. Seperti yang diketahui minyak bumi adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, jika dapat diperbarui kita harus menunggu ratusan tahun bahkan puluhan ribu tahun untuk mendapatkan minyak bumi. Menurut data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan minyak bumi dan kondesit sekitar 2.245,18 juta stok barel pada 2021. Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif minyak bumi tersebut hanya dapat digunakan 9-10 tahun yang akan mendatang jika dilihat dari keperluan minyak bumi untuk penggunaan BBM pada saat ini. Maka dari itu, untuk menghindari adanya krisis minyak bumi kita harus membuat alternatif minyak pengganti BBM yang terbuat dari minyak nabati biji kapuk randu.
Alternatif itu adalah biodiesel pengganti solar yang terbuat dari minyak yang dihasilkan oleh biji kapuk randu. Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari bahan nabati yang digunakan untuk pengganti diesel atau solar yang berupa ester metil asam lemak dari minyak nabati. Biji kapuk randu dapat diolah menjadi minyak biodiesel pengganti solar (Dyah, Anita dalam Setyawati, et al:2009). Minyak dari biji kapuk randu ini sangat layak untuk menjadi pengganti minyak bumi karena budidaya dari kapuk randu sederhana, dan waktu panennya terbilang singkat sekitar 4-5 bulan sekali panen.
Penyusun utama minyak pada biji kapuk randu adalah trigliserida. Setiap gelondong buah kapuk randu mengandung 26% biji, sehingga 100 kg kapas randu dapat menghasilkan 26 kg limbah biji kapuk randu. Minyak biji kapuk dapat mengandung asam lemak jenuh sekitar 20%, dan sekitar 71,95% lemak tidak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh kelapa (Susanto, Joko et al dalam Heny De-wajani, 2008:102). Hal inilah yang menyebabkan minyak biji kapuk randu lebih mudah untuk tengik. Sehingga minyak ini tidak bisa dijadikan sebagai minyak makanan. Maka dari itu, minyak ini cocok untuk dibuat biodiesel. Tetapi banyak peneliti yang mengatakan bahwa minyak nabati memiliki viskositas yang sangat tinggi, sehingga dapat merusak mesin (Afrizal, Tegar dalam Hidayat:2015).
Viskositas disebut juga sebagai kekentalan adalah tingkat suatu ketahanan suatu fluida terhadap tegangan yang diterimanya (Nurhakim, Ahmad: 2023). Menurut Wikipedia (2022) menyatakan bahwa viskositas adalah sebuah ukuran penolakan fluid terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Viskositas ini menggambarkan sebuah penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat digunakan untuk mengukur gesekan pada fluid. Air memiliki viskositas rendah, sedangkan minyak nabati memiliki viskositas yang sangat tinggi. Viskositas pada minyak nabati terbilang sangat tinggi sekitar 10-20 kali minyak solar, dan tingginya viskositas minyak nabati dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna pada mesin, dan menimbulkan kerak pada ruang pembakaran (Afrizal, Tegar Oktianto: 2015). Agar minyak nabati ini dapat digunakan sebagai pengganti solar, maka viskositas dari minyak nabati harus diturunkan sampai mendekati viskositas solar.
Reaksi transesterifikasi dari lemak atau minyak dapat dilakukan untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga dihasilkan etil ester asam lemak. Transesterifikasi ini dapat mengurangi viskositas dari minyak nabati sampai 85% (Afrizal, Tegar Oktianto dalam Hidayat 2015). Reaksi transesterifikasi minyak nabati ini dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak yang merupakan trigliserida dengan alkohol (metanol/etanol) dengan asam atau basa, sehingga dihasilkan alkil ester asam lemak dan hasil samping gliserol (hasil dari pembuatan biodiesel). Dalam proses ini juga dibutuhkan bantuan dari katalis KOH dengan variabel etanol yang telah ditentukan dengan waktu yang telah ditentukan. Pada proses produksi ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas methil ester yang akan dihasilkan yaitu, rasio molar katalis, rasio molar metanol dengan minyak, kadar asam lemak bebas, waktu, temperatur, dan kecepatan dalam pengadukan.
Biodiesel ini diproses juga menggunakan bantuan katalis homogen seperti NaOH dan KOH. Tetapi, pada proses ini penggunaan katalis homogen akan mengalami kesulitan karena sulitnya untuk memisahkan antara produk tersebut. Hal ini karena sensitif terhadap asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam minyak. Sisa katalis basa homogen yang dihasilkan dapat mengganggu pengolahan lanjut biodiesel dibandingkan dengan katalis fase heterogen, sehingga penggunaan katalis lempung dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasinya (Nurlis, et al dalam Agustin: 2007). Lempung sering dianggap sebagai bahan yang tidak berguna dan tidak dapat memiliki nilai ekonomi jika dijual. Padahal lempung jika diolah akan memiliki nilai yang ekonomi seperti contohnya untuk bahan bantu (katalis) dalam mengurangi viskositas dari minyak nabati, sehingga viskositas minyak nabati dapat setara dengan solar (Nurlis, et al dalam Sahara: 2011). Jika viskositas tersebut telah sesuai dengan solar akan digunakan untuk pengganti solar yaitu biodiesel.
Menurut DAS (1988) tanah lempung adalah tanah yang terdiri dari partikelpartikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis jika dalam kondisi basah. Sifat plastis sendiri adalah suatu keadaan tidak dapat kembali kebentuk semula setelah gaya luar yang diberikan pada benda tersebut telah dihilangkan. Tanah lempung juga merupakan katalis heterogen yang memiliki fasa berbeda dengan reaktan. Keuntungan dari penggunaan katalis heterogen ini adalah selektivitas produk dapat ditingkatkan karena adanya pori-pori di permukaan katalis, bisa dimodifikasi dengan distribusi logam dan mudah dipisahkan dari produk (Nurlis, et al dalam Kusmiati: 2015).
Menurut bahan dan alat yang digunakan untuk proses perubahan biji kapuk randu menjadi biodiesel sebagai pengganti solar adalah lempung alami, minyak kapuk, aquades, H2C2O4, KOH, H2SO4, NaOH, H3PO4, indikator PP, dan metanol. Sedangkan, alat yang digunakan adalah ayakan 100 dan 200 mesh, satu set motor pengaduk, oven, heating mantle, labu leher tiga, timbangan analitik, kertas saring, magnetic strirrer, reaktor alas datar, hot plate, termometer, condenser, alat titrasi, erlenmeyer, corong pisah, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes, piknometer, statif, klem dan viscometer Ostwald.
Biji kapuk tadi diekstrak menggunakan pelarut N-heksana dengan cara sokletasi (suatu cara pemisahan dengan cara ekstraksi berulang-ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen dapat terisolasi dengan sempurna) untuk mendapatkan minyaknya. Berikut adalah gambar dari proses sokletasi:
Gambar 1. Proses sokletasi