Kurikulum 2013 dirancang untuk menyelesaikan masalah pendidikan karakter di Indonesia karena dirasa karakter generasi muda bangsa ini sudah mulai luntur. Masalah semakin merebaknya kasus tawuran antarpelajar, kriminalitas, pencurian menjadi indikator hilangnya karakter bangsa. Oleh karena itu lahirlah kurikulum 2013.
Kurikulum yang sudah lama lahir dan direvisi beberapa kali, terakhir revisi tahun 2017 ternyata belum mampu menjadi bangunan utuh yang menjadi fondasi dasar filosofi pendidikan kita "Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani", yang artinya "di depan memberi contoh, di tengah membangun prakarsa/kerjasama, di belakang memberi daya-semangat/dorongan". Kenapa artikel ini saya beri judul demikian? Karena menurut saya, kurikulum ini justru menambah beban siswa. Mungkin tulisan ini tidak ilmiah karena hanya berdasarkan pengalaman dan rasa pribadi tapi semoga bisa memberikan gambaran yang masuk akal untuk tidak berharap terlalu tinggi.
- Struktur materi dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir anak.
Materi dalam kurikulum 2013 terlalu tinggi, khususnya anak SD. Saya sendiri mengajar kelas 5 SD. Di sini saya tidak akan memaparkan semua KD/materi yang memberatkan siswa karena butuh berlembar-lembar, bisa-bisa jadi makalah. Hehe...
Bagi anda yang pernah mengenyam bangku SMA dan pernah jadi anak IPS, pasti anda pernah mempelajari bab mengenai interaksi sosial. Materi kelas XI SMA ini sudah harus diajarkan kepada siswa SD kelas V. Materi hewan ruminansia yang dulu saya dapatkan di bangku SMP, kini harus mereka makan. Bayangkan saja, mereka dipaksa berpikir materi super tinggi. Â Saya memang belum melihat semua kelas, yang saya kemukakan adalah kelas V SD.
Disini muncul pertanyaan, apakah pembuatan kurikulum tidak memperhatikan tidak kemampuan berpikir anak?
2. Masih ada KD dalam matematika yang disajikan tidak sinkron
Masih di kelas V, ketika materi kecepatan disajikan dalam satu KD dengan debit. Dua hal ini sangat berat untuk mereka bila dalam satu KD. Terlebih keduanya tidak berhubugan. Materi kecepatan berhubungan dengan jarak dan waktu. Itu artinya mereka harus mendapatkan materi prasyarat secara matang tentang jarak dan waktu. Sedangkan materi debit kaitannya dengan volume dan waktu. Di sini ada sedikit pemaksaan. Pada KD sebelumnya anak-anak belum belajar tentang konsep volume, berarti mereka dipaksa berpikir cepat karena tuntutan materi, dipaksa memahami konsep volume secara cepat demi mengejar capaian materi debit. Asal anda tahu, dalam kurikulum 2006, materi debit baru diajarkan di kelas 6.
3. Terkadang dalam beberapa KD tidak terlalu perlu untuk dibedakan menjadi ranah pengetahuan dan keterampilan
Yang saya jumpai khususnya dalam mapel Matematika dimana secara keseluruhan KI 3 dan KI 4 dibedakan hanya dengan soal cerita/pemecahan masalah matematika dalam bentuk soal cerita dan bukan soal cerita. KI 3 cenderung tidak berbentuk soal cerita sedangkan KI 4 sebaliknya. Menurut saya, ini adalah pemborosan KD yang pada hakekatnya bisa dijadikan satu. Dalam KTSP pun, konsep dan pemecahan masalah matematika sudah ada.
Tidak hanya dalam mapel Matematika, dalam KD terkait gagasan pokok di mapel Bahasa Indonesia, antara KI 3 dan KI 4 hakikatnya sama. Dalam KI 3 disebutkan "memahami gagasan pokok dalam suatu teks non fiksi" sedangkan dalam KI 4 tertera "menyajikan gagasan pokok dalam suatu teks non fiksi". Dua hal yang serupa ini menurut hemat saya tidak perlu dibelah menjadi dua karena berimbas pada beban siswa yang lebih berat. Dua kali kerja untuk hal yang sama.
4. Ujung-ujungnya adalah sederet tes dan nilai kognitif