Dikabarkan pada tanggal 11 Januari 2016 lalu sejumlah raja Nusantara berkumpul di padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo. Pria muda yang dibesarkan dalam lingkungan budaya Madura itu dinobatkan menjadi Raja Nusantara bergelar Sri Raja Prabu Nagara. Ketua panitianya pun tak tanggung-tanggung, Prof. Dr. Marwah Daud Ibrahim sang tokoh ICMI (Ikatan Cendekiawn Muslim Indonesia).
Marwah Daud Ibrahim memang benar benar fokus dengan Padepokan Dimas Kanjeng, selesai mengikuti Upacara memperingati Hari Kemerdekaan RI di padepokan , marwah dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa Nusantara ini akan menapaki puncak kejayaan sebagai mercusuar dunia dan ia sangat yakin peradaban tersebut akan lahir dari padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. “Dari sini muncul inspirasi akan munculnya peradaban baru dan Indonesia akan menjadi mercusuar dunia,” papar Marwah Daud. LENSAINDONESIA.COM Rabu (17/8/2016).
Marwah Daud Ibrahim dipercaya sebagai Pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan sudah beberapa tahun ini Marwah sibuk konsentrasi mengelola yayasan tersebut. Tidak hanya sampai disitu kediaman Marwah Daud dikota Makassar juga dijadikan sebagai kantor cabang Yayasan Dimas Kanjeng, tepatnya di jalan Bontobilla. Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng secara resmi berdiri 10 Mei 2012. Sedangkan Yayasan Bontobilla beroperasi per 01 April 2013 dengan akta yang dibuat oleh Notaris Kanna SH. Sekretariat Yayasan Bontobilla adalah kediaman Marwah Daud di Jl Bontobila Makassar.
Marwah Daud yang punya nama besar di Makasar Sulawesi Selatan dan sekitarnya berhasil mempengaruhi ribuan warga Sulsel terpikat menjadi pengikut atau santri Dimas Kanjeng. Mengutip berita harian FAJAR “publik Makassar dihebohkan dengan kisah penggandaan uang ala Yayasan milik Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang dikemas mirip pesantren. Uniknya, setiap santri yang akan bergabung wajib menyetor “mahar” senilai Rp15 juta dengan harapan uang tersebut suatu saat akan menjadi berlipat ganda lebih banyak. “santri” yang menyetor duitnya ke Kanjeng sudah mencapai puluhan ribu orang dan tersebar tidak hanya di Sulawesi tetapi juga di Jawa.
Dana setoran “mahar” dari santri tersebut dibenarkan oleh Marwah Daud Ibrahim ketika diwawancarai oleh Harian Fajar. Lantas bagaimana dengan mahar yang disetor santri? Mantan legislator Senayan ini tak menampik adanya mahar sebagai syarat menjadi santri. Namun, kata dia, jika ada santri ingin mengambil uangnya, tidak masalah. “Itu tidak dipersulit, kapan saja mau diambil, asalkan ada bukti,”. Soal bukti, sambung Marwah lagi, memang tidak harus berupa kwitansi. “Cukup yang bersangkutan membuktikan di yayasan mana diserahkan uangnya, berapa totalnya dan siapa menerima serta saksinya. Memang ada beberapa kelompok di Sulsel selain di rumah,” ucapnya.
Salah satu santri dari Makassar yang dikenal menyetor mahar dalam jumlah besar adalah pengusaha Najmiah Muin dan anaknya Muhyina Muin, keduanya warga Makassar. Tidak tanggung-tanggung, dana yang disetor telah mencapai puluhan milliar rupiah. Waktu demi waktu terus berjalan dan janji janji dimas kanjeng kosong belaka, alih alih uangnya menjadi berlipat ganda justru uang puluhan miliar yang sudah diserahkan kepada Dimas Kanjeng tak kunjung dikembalikan.
Mungkin karena shock berat akhirnya ibu Najmiah tekena serangan stroke dan meninggal dunia. Putrinya Muhyina Muin telah melaporkan dugaan penipuan Dimas Kanjeng ke Bareskrim Mabes Polri yang kemudian ditindak lanjuti oleh Polda Jatim. Kasus penipuan ini memang sulit untuk meringkus Dimas Kanjeng karena bekerja dengan sistem sel putus apalagi dikunci dengan kata harus “ikhlas”. Ribuan korban telah terkulai menggelepar dan Dimas Kanjeng tetap berjaya.
Selain kasus penipuan, polda jatim melalui Polres Probolinggo juga sedang menangani kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh Para santri atas perintah Dimas Kanjeng. Untuk kasus pembunuhan, Polres Probolinggo telah menangkap Mishal Budianto alias Sahal ( 48), Kurniadi (50) warga Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Mojokerto, Tukijan ( 50), warga Desa Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarmasin, Wahyu Wijaya (50), warga Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo.Samsudi, warga Desa Liprak, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo serta Ahmad Suyono, warga Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes, Surabaya.
Mereka menjadi tersangka kasus pembunuhan Ismail Hidayah warga Panarukan, Situbondo. Korban pembunuhan lainya adalah Abdul Ghani bos perhiasan batu mulia. Baik Ismail Hidayah maupun Abdul Ghani adalah mantan orang dekat Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara Syarifuddin membenarkan penahanan enam orang itu. mereka ditahan karena diduga terlibat dalam pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana.
Dari berbagai sumber yang penulis dapatkan, enam orang tersebut telah mengakui perbuatanya dan mengatakan bahwa mereka hanya melaksanakan perintah Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Polres Probolinggo telah melayangkan surat panggilan sebanyak tiga kali kepada Dimas Kanjeng, namun Dimas Kanjeng tidak pernah memenuhi panggilan polisi dengan berbagai alasan. Ribuan “santri” yang berada di padepokan siap menghadang jika aparat kepolisian menjemput paksa Dimas Kanjeng.