Mohon tunggu...
Untari Seati
Untari Seati Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangia biasa karena alasan seorang anak aku belajar menjadi ibu yang luar biasa

Selalu bertumbuh dengan belajar dari sang guru kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sangkakala Senja...

15 November 2014   04:25 Diperbarui: 15 Juli 2016   12:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kala lelah membelenggu hati... tak tau kemana aku mesti berlari sekedar menyadarkan penat nya nurani...

 Di usia menjeleng 5o an tahun adalah masa usia kematangan hidup seseorang menikmatinya dengan orang orang tercinta... tiba tiba rindu datang mengoyak hatiku... membawaku dalam satu masa-masa Riana masih bergelayut penuh manja sepulang aku kerja... ibunya akan.. membujuknya.. karena kwatir aku masih capek dengan seabrek urusan pekerjaan.... makanan hangat selalu tersedia menyambutku... ahhhkkk... bayangan itu segera terkoyak dalam sadarku... kembali kupacu mobil yang  membawaku menelusuri jalanan berliku menuju rumahku... persetan dengan Riana putri kesayanganku yang telah melupakanku...  ibunya telah tiada semenjak kekalahanku mencalonkan diri menjadi Bupati...

 Tak sedikit materi yang menjadi tuntutan korban ambisiku... istriku tercinta tak kuat lagi menanggung beban hidup... gagal ginjal... membuatnya menyerah pada kematian... 

Saat kumasuki halaman ... rumah yang sekarang menjadi jarang tempat aku pulang... debu beterbangan... galon air mengering hanya cicak dan tikus yang berhamburan... menyambutku pulang... pedih menceram dada... ohhh... setetes airpun tiada... aku terduduk lesu.... airmata meleleh... sepedih inikah kenyataan hidupku di usia yang makin tua... hidupku berantakan... dengan cinta sesaat, wanita-wanita kesepian... tetiba ada ruang hampa dihati perih ...

 Benar benar menghujam pedih... dalam hati kelu aku mengingat... setyorini... istri keduaku yang begitu baik melayaniku... aku terpaksa menceraikannya karena ulah bejadku, sepenimggal ibunya riana..semua porak poranda aku menghamili sinden... warga mendemoku untuk meminta pertanggung jawaban untuk menikahi sinden jalang itu jika tidak mereka akan memenjarakanku... tak bisa lagi mulut sinden liar itu dapat kubeli ... akal licikku memenggal jalan cerita dengan alibi menikahi setyorini ... wanita terhormat yang dijodohkan salah satu kerabatku... dia istri yang baik namun keadaan memaksaku untuk menceraikannya... diapun menerima ridho tanpa kompensasi apapun... " Aku ingin hidup sendiri... tak ada rasa cinta diantara kita...". itulah kata terakhirku untuk istri keduaku yang sekarang mulai kuncinta, kurindu dan kubutuhkan... terlamabat.. semua sia-sia... Setyorini... perempuan mandiri... aku makin menganguminya dengan segala kemampuan yang dia miliki mengantarkanya pada kesuksesan memimpin sebuah perusahaan... aku malu termakan kesombonganku sendiri... setyorini masih setia bersilaturahmi pada kedua orangtuaku, masih menyambut baik komunikasi dengan ku tanpa ada sedikitpun kebencian... 

Tersadar aku termakan kesombongan sendiri... membutuhkan setyorini dalam sisa usiaku kini...teman-teman ku semua menjauh... dengan keadaanku yang papa... di kejar hutang yang jumlahnya hingga ratusan juta... Tuhan... masih adakah kesempatan kedua... untuk memperbaiki langkah... mengayuh masa depan dengan nikmat ibadah bersama keluarga... aku tak ingin mati dalam kesendirian...sudah cukup cambukMu buatku Tuhan.... ijinkan aku menghabiskan sisa usiaku dengan seseorang yang tulus mencintaiku... tangis keluku ta ada yang mampu mendengar... sakitku makin membelengggu... sepiku membelit asa.. tanpa tau kapan terhenti dan sanggup ku akhiri.. seperti sangkakala yang ditiupkan Tuhan untuk menyadarkanku memasuki usia senja...

 Depok..14 nov 2014... 

semua ada masanya... jangan pernah menyia-nyiakan orang yang menyayangimu... hargailah dia selagi masih bersamamu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun