Mohon tunggu...
Universitas Ahmad Dahlan
Universitas Ahmad Dahlan Mohon Tunggu... Lainnya - Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Perguruan Tinggi Muhammadiyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dinamika Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini

31 Agustus 2024   09:28 Diperbarui: 31 Agustus 2024   09:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penulis: Prof. Dra. Alif Muarifah, S.Psi., M.Si., Ph.D.

Universitas Ahmad Dahlan (UAD)

Pada tahun 2045, Indonesia genap berusia 100 tahun, memasuki usia emas dan ditargetkan menjadi negara maju dan sejajar dengan Negara Adidaya lainnya. Salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005--2025 adalah tentang jati diri bangsa melalui pendidikan karakter. Generasi emas merupakan generasi berintegritas, berkarakter, dengan kualitas kepribadian unggul, memiliki kemampuan dalam adaptasi terhadap perubahan, termasuk penguasaan terhadap teknologi. Untuk mencapai generasi emas di tahun 2045 membutuhkan persiapan panjang dengan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah, sekolah, masyarakat, serta keluarga memiliki peran masing-masing, secara simultan untuk mendukung tercapainya generasi maju dan unggul sesuai dengan RPJP yang telah dicanangkan.

Apakah Indonesia emas dapat diraih dalam waktu dekat, tinggal 20 tahun lagi? Sementara fenomena saat ini kejadian di lapangan berbagai permasalahan sangatlah kompleks, sehingga dapat menghambat realisasi Indonesia emas ke depan. Meningkatnya angka kemiskinan, stunting, gangguan kesehatan mental, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan pada anak, bullying, perceraian, bunuh diri, narkoba, pelecehan seksual, dan lain-lain.

Beban psikologis untuk mewujudkan harapan menjadi negara maju, berdaulat, dan setara dengan negara besar lainnya, tidak mudah diwujudkan, ditambah dengan perubahan karakter generasi penerus bangsa kian kabur. Globalisasi dan perkembangan IT, tidak sekadar berdampak positif, tetapi dari sisi negatif telah dirasakan oleh berbagai pihak, yakni menurunnya semangat belajar karena terdistorsi oleh ponsel dan setaranya.

Pergaulan dan komunikasi semakin luas dan terbuka sehingga mudah mendapatkan sesuatu tanpa melakukan filter. Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya karakter, pemalas, mudah stres, mudah marah, mudah berkeluh, tidak humble, sehingga krisis karakter telah dirasakan di depan mata.

Kita dapat menyaksikan kejadian tersebut hampir setiap hari di semua tempat. Lalu apa yang seharusnya dilakukan? Sebab jika hal ini tidak segera tertangani dengan berbagai pendekatan sesuai dengan dinamika perkembangan anak, maka permasalahan semakin kompleks dan memengaruhi sendi-sendi kehidupan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut membutuhkan keterlibatan berbagai pihak yang dijalankan secara simultan. Peran pemerintah, sekolah, masyarakat, serta keluarga harus sejalan dengan visi yang sama, yakni membangun generasi rapuh menjadi tangguh. Anak merupakan aset bangsa yang dilahirkan dalam keadaan suci, dengan dibekali berbagai potensi siap untuk dikembangkan. Tidak sekadar menjadikan anak cerdas melainkan berkepribadian, memiliki moralitas, religiositas, serta soft skill yang memadai. Kehidupan ke depan penuh dengan tantangan yang kompleks sehingga mengembangkan integritas dari berbagai aspek di atas dapat menjadikan tumbuh berkembang anak berkualitas sehingga mampu menghadapi berbagai tekanan serta kompleksitas tantangan zaman.

Peran, tugas dan tanggung jawab orang tua semakin tidak ringan, berbagai tantangan dan rintangan dalam mendidik anak, lebih-lebih pada perkembangan anak usia dini, di mana perkembangan otak masih sangat mendasar, mirip spons dengan daya serap terhadap informasi sangat tinggi. Apa yang dilihat, didengar dirasakan secara langsung maupun tidak langsung siap disimpan dalam memori dan suatu saat pengalaman belajar tersebut dijadikan model.

Pengalaman belajar yang buruk dalam proses perkembangan dapat membawa kesan panjang dan mendalam sehingga berdampak pada perkembangan psikologisnya (Borba, (2001). Pengalaman belajar merupakan guru terbaik sehingga mampu mengubah arah pikiran, mengembangkan perasaan, serta mewarnai perilaku sehingga terbentuk habit dan menjadi karakter menetap. Sirkuit dibangun oleh otak pertama kali adalah kemampuan untuk menguasai emosi senang, sedih, empati, malu, bangga, dan sebagainya.

Otak merupakan bagian sentral dari fungsi dasar vital pada manusia, merupakan pusat memori, kognitif, emosi, dan semua jenis perasaan lainnya. Kualitas otak dapat digunakan untuk membedakan berbagai hal termasuk mengontrol emosi serta mengarahkan diri, memperkuat pikiran positif sehingga mampu mengendalikan hidup. Pikiran bahagia membuat kita bahagia, pikiran sengsara membuat kita sengsara. Pikiran takut membuat kita takut, dan pikiran berani membuat kita berani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun