Universitas Ahmad Dahlan (UAD) untuk dikaji lebih lanjut pada 30 Juni 2024.
Anxiety dan depresi menjadi isu yang sangat erat kaitannya dengan generasi Z. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami kondisi mental yang tidak sehat. Hal ini kemudian menjadi fokus dari mahasiswa peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Program Studi (Prodi) Kesehatan MasyarakatTalkshow yang digelar di Kampus III UAD dan disiarkan langsung via YouTube tersebut menghadirkan Psikolog Klinis dari Puskesmas Gamping 1 yakni Jefri Reza Pahlevi, M.Psi., Psikolog sebagai narasumber. Bertajuk "Ku Kira Kau Sehat: How to Manage Anxiety and Depression for a Better Life", Jefri memaparkan betapa pentingnya self-care bagi setiap individu.
"Secara bahasa, stres diartikan sebuah tekanan. Dalam kata lain, stres adalah kondisi di mana seseorang menghadapi situasi tertentu yang membuat dirinya merasa tertekan, ada kondisi di mana harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam situasi tersebut, heart rate biasanya akan meningkat dan napas menjadi lebih pendek," terang Jefri.
Menurutnya, sebelum seseorang sampai pada quarter life crisis atau usia 25 tahunan, mereka sejatinya telah mengalami krisis sejak usia 0 tahun. Saat dilahirkan ke dunia, individu akan bertemu dengan iklim baru, makhluk baru, dan suara baru sehingga bayi akan merespons dengan tangisan. Tangis itulah yang menjadi first crisis bagi semua orang. Memasuki masa toilet training di usia 2--3 tahun, momen itu menjadi second crisis.
Salah satu cara untuk meredakan stres adalah dengan seeking help (mencari pertolongan). "Bertanya adalah upaya seeking help yang paling sederhana. Manusia lahir secara alami harus giving and asking help, balance antara keduanya."
Berbagai kondisi yang terjadi di luar kendali diri sendiri sangat berpotensi menjadi stresor. Untuk meminimalisir dampak negatif terhadap kesehatan mental, maka coping menjadi bagian dari self-care yang wajib dilakukan. "Ketika seseorang merasa sedih, maka menangis adalah coping khusus untuk meredakan kesedihan," ungkap Jefri.
Self-care terdiri atas beberapa jenis, di antaranya yaitu physical self-care, emotional self-care, social self-care, dan spiritual self-care. Konsumsi makanan sehat, tidur dengan cukup, dan makan teratur merupakan upaya dari physical care. Peluapan emosi bisa disalurkan dengan bercerita kepada orang lain, mengekspresikan rasa dengan baik, atau melakukan hobi yang positif (emotional self-care). Bertemu dengan orang baru, menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih, hingga meminta bantuan menjadi social self yang dapat menjadi rekomendasi dalam meng-coping stres. Perbanyak doa, mengapresiasi setiap hal kecil, hingga menghabiskan waktu di alam juga menjadi spiritual care yang tak kalah penting.
Memasuki akhir sesi, Jefri berpesan, "Kita harus memiliki cara untuk melerai diri dalam kondisi stres, bisa fokus pada masalahnya terlebih dahulu untuk diselesaikan atau boleh juga berfokus pada emosional terlebih dahulu. Self-care kemudian menjadi penting untuk mendapatkan kenyamanan sehingga stres bisa berkurang. Dari setiap peristiwa, akan selalu ada hal positif sekalipun itu tidak membuat nyaman." (ish)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H