Mohon tunggu...
unik mahanani safitri
unik mahanani safitri Mohon Tunggu... -

saya seorang yang punya kekurangan. saya seorang yang gaptek

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Teori Belajar dari Zaman ke Zaman? Yuk Kita Bahas Teori-teoti Tersebut

23 Oktober 2011   05:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Prespektif dan pendekatan terhadap belajar dan pembelajaran berubah dan berkembang dari jaman ke jaman, sesuai dengan bagaimana para pemikir mempersepsikan tentang pengetahuan dan makna belajar. Tiga aliran perspektif utama yang perlu dipahami adalah behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Ketiga perspektif tersebut dapat dibedakan dari pemahaman tentang makna belajar dan bagaimana belajar tersebut terjadi.

Teori humanistik mementingkan pilihan pribadi, kreativitas dan aktualisasi diri setiap individu belajar. Belajar merupakan suatu proses dimana siswa mengembangkan kemampuan pribadi yang khas dan bereaksi terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain mengembangkan kemampuan terbaik dalam diri pribadinya.

Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya penyempurnaan terhadap perspektif tentang cara manusia belajar. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku manusia yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Premis dasarnya adalah interaksi antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori ini sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.

Teori belajar behavioristik antara lain meliputi:

Teori classical conditioning dari Pavlov yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri seseorang serta gerak refleks setelah menerima stimulis. Menurut Pavlov, penguatan berperan penting dalam mengkondisikan munculnya respons yang diharapkan.

Teori connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sedangkan respons yang tidak benar akan menghilang.

Teori behaviorisme dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respons yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati. Interaksi S-R merupakan proses pengkondisian yang akan terjadi beruang-ulang untuk mencapai hasil yang cukup kompleks.

Ketiga teori diatas dimodifikasi dan berhasil dikembangkan oleh perilaku baru (neo-behaviorism) dan perbedaannya hanya dalam hal identifikasi terhadap faktor-faktor khusus yang dianggap berpengaruh terhadap belajar, diantaranya:

Teori sistematic behavior dari Hull, selain interaksi stimulus, respons dan penguatan ada proses lain yang berpengaruh terhadap pemunculan respons yang diharapkan, yaitu variabel intervening.

Teori contignity dari Guthrie, kombinasi stimulus yang dikuti dengan suatu gerakan, pada saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti lagi oleh gerakan tersebut. Disamping itu, jika belajar terjadi dalam suatu proses coba-coba maka proses yang terkhir muncul akan terulang kembali seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan.

Teori operant conditioning dari skinner menyatakan bahwa kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada pemahaman kita terhadap stimulus satu dengan stimulus lainnya, respons yang dimunculkan, dan juga berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

Kelemahan teori humanistik dan teori behavioristik menjadikan munculnya suatu teori belajar sosial yang diperkenalkan oleh Albert Bandura.

Teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide, dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya. Teori ini berasal dari dua aspek yaitu aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar; danaspek psikologis membahas masalah hubungan atau interkasi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Teori ini menekankan pada proses internal atau mental.

Model belajar yang diterapkan dalam dunia pendidikan adalah

Model belajar penemuan dari Bruner, ada tiga proses kognitif dalam belajar yaitu perolehan informasi baru, mentranformasi informasi yang diterima dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dan cara penyajian di sesuaikan dengan derajat berpikir anak yang terdiri dari tiga tahap berpikir, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Model belajar bermakna dari Ausubel adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna ini akan terjadi apabila informasi batu yang diteruma mempunyai hubungan dengan konsep yang sudah diterima sebelumnya oleh siswa.

Model pemrosesan informasi dan peristiwa belajar dari Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, yang merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Belajar sebagai seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh kapasitas baru. Proses kognitif terjadi melalui sembilan peristiwa belajar yang dikelompokkan dalam tiga fase belajar.

Model perkembangan intelektual dari Jean Piaget, yang memperhatikan perkembangan intelektual anak muali dari bayi sampai dewasa. Ada tiga funsi intelek yaitu 1) proses mendasar bagi terjadinya perkembangan kognitif, 2) cara bagaimana pembentukan pengetahuan, dan 3) tahap-tahap perkembangan intelektual. Proses perkembangan intelektual terjadi melalui proses asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Tahap perkembangan kognitif melaluitahap sensori motorik, pra-operasional, konkret operasional, dan formal operasi.

Konstruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian hasil belajar dipengaruhi pula oleh kompetensi dan struktur intelektual seseorang. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal lainnya, seperti konsep diri dan percaya diri dalam proses belajar. Disamping itu hasil belajar juga dapat dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan lingkungan, seperti lingkungan budaya dan tingkat sosial ekonomi. Prespektif konstruktivisme pembelajaran dimaksudkan untuk mendukung proses belajar aktif yang berguna untuk membentuk pengetahuan dan pemahaman.

Teori belajar konstruktivisme, mempunyai beragam wujud pembelajarannya sesuai dengan penekanannya terhadap aspek yang dianggap lebih penting. Tokoh konstruktivisme adalah Jean Piaget dan Vygotsky.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun