Mohon tunggu...
Halim Malik
Halim Malik Mohon Tunggu... Administrasi - Pendidik

HUMBLE

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anti-growth (Salah Satu Perspektif Analisis Lingkungan) #5#

6 Februari 2012   22:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian penulis di dalam gerakan Green memandang  pertumbuhan sebagai masalah utamanya. Tatanan yang ada sekarang dijadikan dasar didambakannya dan tak terhindarkannya  pertumbuhan, termasuk pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan daerah perkotaan, pertumbuhan kekayaan (affluence), pertumbuhan organisasi, dan sebagainya. Lebih besar disamakan dengan lebih baik, dan salah satu kriteria utama keberhasilan dan kualitas bagi sesuatu adalah pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi dinilai sebagai tujuan utama kebijakan ekonomi, dan sebagai mekanismenya dengan pemeliharaan ‘full employment’, kemakmuran (prosperity) dan kesejahteraan masyarakat community well being.Diasumsikan bahwa kota-kota akan terus-menerus tumbuh, dan para perencana diperlukan untuk menentukan bagaimana kota-kota akan menanggulangi pertumbuhan dipandang dari segi (transportasi, perumahan, pemanfaatan tanah, air, polusi, dll. Kesehatan usaha  diukur dengan besarnya pertumbuhan, omzet? dan keuntungan, dan ‘kisah-kisah sukses’ bisnis adalah mengenai usaha-usaha kecil yang menjadi usaha-usaha besar. Asumsi mengenai nilai pertumbuhan, dan yang besar yang lebih baik,sedemikian mendarah daging sehingga hampir tidak pernah dipertanyakan. Segala sesuatu diharapkan (memang wajib) untuk tumbuh, baik ekonomi, kota, bisnis, organisasi masyarakat, liga sepakbola profesional, universitas, konsumsi sumber daya, maupun pariwisata.

Memang, masalahnya adalah bahwa kita tinggal di dunia yang terbatas. Pertumbuhan tidak dapat berjalan terus selamanya, karena sifat terbatas dari bumi membatasi sumber daya yang tersedia dan besarnya  biaya pertumbuhan yang dapat ditanggung. Para penulis seperti David Suzuki (Gordon & Suzuki) telah menunjukkan  bahwa terdapat tanda-tanda yang jelas bahwa batas alami pertumbuhan sedang dicapai, dan bahwa pertumbuhan tidak dapat berlanjut (lagi). Krisis lingkungan merupakan akibat dari pertumbuhan telah melebihi kapasitas/kemampuan bumi untuk menanggulangi/mengatasi konsekuensi-konsekuensinya. The ciri umum  dari pola-pola pertumbuhan adalah bahwa polanya lebih cenderung melengkung daripada garis lurus, yaitu, bahwa tingkat pertumbuhan (rate of growth)itu sendiri meningkat dan bukan konstan , dan oleh karena itu, penggambaran  pertumbuhan pada grafik cenderung menghasilkan kurva melengkung ke atas  daripada garis-garis lurus. Ini berarti bahwa ‘hari perhitungan’ (reckoning), ketika gambar  mengenai  batas atas  halaman itu dan pertumbuhan tidak dapat dipertahankan lagi, cenderung lebih dekat daripada yang disadari manusia. Ini merupakan pesan utama dari The Limits to Grow (Meadows, Meadows, Randers & Behrens 1972), dan walaupun perhitungan asli dari penelitian tersebut dipertanyakan, argumen dasar mengenai tidak-mungkinnya pertumbuhan berkelanjutan (continued growth) dalam dunia yang terbatas tetap tidak dapat bantah (incontrovertible) (Rifkin 1985; Meadows, Meadows & Randers 1992).

Kajian pertumbuhan ini sangat erat hubungannya dengan konsep sustainability. Sistem yang ada dinilai unsustainable, dan pertumbuhan lebih lanjut hanya akan menambah. Maka dari itu, disarankan alternatifnya didasarkan pada prinsip-prinsip sustainability. Alternatif ini akan secara efektif membatasi pertumbuhan dan akan meyakinkan bahwa, sejauh mungkin, sumberdaya-sumberdaya hanya digunakan sebesar jumlah sumberdaya yang dapat diganti/diperbaharui, dan bahwa produksinya (output)bagi lingkungan dibatasi hanya sampai pada tingkat yang dapat diserap.

bersambung ke: Ekonomi Alternatif

tulisan sebelumnya:

Eco-socialism

Eco-anarchism

Eco-feminism

Eco-Luddism

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun