Sumpah pemuda 28 Oktober 1928 adalah niat ingin bersatu senasib sepenanggungan. Pemuda yang menjadi motor penggerak pembangunan dan ingin terbebas dari belenggu dan ketertindasan. Sumpah penuh semangat dengan niat yang tulus menjadi bangsa yang bebas merdeka dari penjajah. Sumpah itu tak relevan atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Sebagian pemuda telah bersumpah tidak mengakui dan telah membuktikan bahwa meraka tak ingin menjadi bagian dari tanah air Indonesia, “Timor Leste” contohnya. Sumpah putra dan putri Indonesia sekarang tidak sama lagi dengan sumpah putra dan putri zaman dulu.
Papua dan Ambon ingin merdeka, Aceh ingin bebas, dan masih banyak lagi daerah dengan rencana terselubung ingin lepas dari sumpah yang berkedok NKRI. Sejak mereka membuka mata dan hidup di negara yang namanya Indonesia, tak pernah dirasakan bahwa mereka memiliki tanah air. Semua sumber-sumber penghidupan hampir tak dinikmati. Sumber daya alam habis terkuras tanpa menyisakan sedikitpun untuk anak cucu mereka. Sebaliknya hasil-hasil sumberdaya alamnya dinikmati sepuas-puasnya untuk kepentingan sekelompok orang, golongan-golongan dan bahkan . Yang tersisa adalah bencana longsor, banjir, berbagai macam penyakit, gizi buruk, dan penderitaan.
Di daerah lain generasi muda mengenyam pendidikan yang layak dengan fasilitas pendidikan yang berlebihan. Sementara di daerah lain pun, sekolah tidak layak pakai, bahkan roboh menimpa anak-anak yang hanya bermodalkan semangat tinggi ingin belajar dengan segala keterbatasan. Ketimpangan inilah yang menjadi penyebab mereka enggan bersumpah atas nama pemuda dan atas nama tanah air indonesia, bangsa indonesia dan bahasa Indonesia.
Yang perlu diingat, dicatat dan digarisbawahi... pemuda-pemuda sekarang tidak pernah bersumpah. Mereka hanya membaca naskah sumpah pemuda dan memperingati hari lahir sumpah pemuda pada setiap tanggal 28 Oktober.
Sumpah itu tak bisa dipaksakan. Sumpah itu harus benar-benar lahir dari hati nurani. Jika pun dipaksakan, itu namanya bukan sumpah pemuda, tapi seolah-olah bersumpah atau pura-pura bersumpah.
Jika pemuda-pemuda benar-benar bersumpah, kita tak melihat tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, gontok-gontokan di DPR karena memperebutkan pengaruh dan kuasa, KKN, teroris, dan berbagai praktek yang menghancurkann kesatuan dan persatuan bangsa.
Lihat dan contohlah kami di RANGKAT, tak pernah bersumpah. Hanya niat suci dan tulus yang telah menyatukan kami seperti saudara.
Niat tulus itu melebihi sumpah....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H