"Aku tak suka diminta mengarang. Aku benci. Aku tak bisa." Tiba-tiba tanpa komando seorang siswi datang sembari memperlihatkan sebuah buku tulis pada gurunya.Â
Mata siswi ini tampak berkaca-kaca. Kening penuh kerutan, alis nyaris bertaut. Tak ketinggalan bibir manyun menyempurnakan gambaran duka yang menyelimuti hatinya.
Bu Guru yang didatangi tersenyum manis dan mengambil buku tulis yang disodorkan siswi yang sedang nelangsa ini. Tampak buku mulai menipis. Terlihat jelas bekas sobekan pada bagian tengah buku.
"Bukunya aku sobek. Karena tulisannya jelek." Celetuk siswi pemilik buku melihat gurunya memperhatikan jejak sobekan lembaran buku tersebut.
Sejatinya siswi berkulit putih ini sangat cerdas. Apalagi pada pelajaran hitung-hitungan. Begitu pun saat materi-materi sain dipaparkan. Dialah yang paling cepat memahami apa yang diterangkan guru.
Namun tak begitu halnya dengan pelajaran yang berbau paragraf, ide pokok, puisi dan tata bahasa lainnya.
Bu guru yang didatanginya tertawa kecil. Melihat siswi imut ini begitu berduka terhadap pelajaran yang kerap dianggap remeh oleh sebagian besar siswa.
"Ini yang membuatmu berduka sobat? Ada lagi?" Tanya si guru dengan ringan.
Ia pun menggeleng sembari menunduk. Tak berani menatap mata sang guru. Walaupun sang guru merespon pengaduannya dengan sangat santai.