Kerap disebut berbeda oleh lingkungan, nampaknya itu membuat saya perlahan benar-benar menjelma menjadi sosok tak biasa. Bisa dibilang begitu. Namun saya lebih senang menyebutnya dengan istilah istimewa. Bukan berbeda.
Tentu saja reaksi yang diterima dari lingkungan begitu beragam dalam menghadapi seseorang yang dianggap memiliki kepribadian unik dibanding orang-orang pada umumnya.
Bukan tak mungkin akan menuai komentar positif dan komentar miring. Nah, saya termasuk pribadi yang terus belajar dan berupaya agar tak dikendalikan oleh komentar orang lain.Â
Ibarat sebuah pepatah yang mengatakan, the man behind the gun. Sebagai generasi muda, saya belajar menjadi pengendali dalam perjalanan hidup saya. Bukan dikendalikan. Atau bisakah dikatakan the girl behind the gun? Ah, entahlah.Â
Intinya tak ingin dikendalikan dan menjadi boneka dalam perjalanan hidup ini. Karena semua manusia terlahir dengan status merdeka. Merdeka namun terikat dalam norma-norma yang bertujuan mengarahkan seseorang demi menjadi manusia seutuhnya.
Selagi langkah ini membawa manfaat, tak bertentangan dengan keyakinan dan norma-norma yang berlaku serta tak merugikan orang lain, Insya Allah saya akan tetap terus melangkah.Â
Begitu juga terkait profesi hari ini yang saya jalani. Ini bukan pilihan akhir dalam hidup saya karena tidak ada pekerjaan lain. Juga bukan sekadar cita-cita di masa kecil.
Melainkan keinginan yang terus tumbuh dan berkembang dari nurani yang ingin menjadi seorang pendidik kala usia beranjak dewasa.Â
Bukan tanpa alasan keinginan ini muncul. Ini dampak yang saya alami di masa silam. Kerap menjadi bahan bulian dan dipandang sebelah mata, hanya karena berasal dari keluarga biasa.
Bahkan, kerap teriakan pengaduan pada pihak yang dikira dapat melindungi diri, malahan menjadi bahan cemoohan.Â
Mengalami hal tak nyaman seperti ini tak melahirkan rasa dendam. Malahan bertekat menjadi sosok yang dapat melindungi anak-anak dari bulian yang bersumber dari berbagai pihak.