Melihat fenomena ini, tekad saya semakin membaja dalam meretas jalan menjadi seorang penulis. Hancurkan bisikan-bisikan keraguan yang mengintai.Â
Tema yang diinginkan segera dibingkai menjadi kerangka tulisan. Konsep-konsep mulai memenuhi buku catatan. Konsep selesai, penulisan naskah pun dimulai.
Tak lupa semuanya diawali dengan memohon izin dan ridha Sang Khalik. Lanjut meminta restu pada kedua orang tua dan para guru.Â
Bahkan, sebelum naskah dituntaskan, konsep yang sudah ditulis, dipresentasikan dihadapan beberapa orang guru dan beberapa ulama. Semua masukan yang dipaparkan oleh guru-guru juara ini ditulis dalam sebuah buku catatan baru.
Langkah-langkah ini ditempuh demi meminimalisir kesalahan dari segi isi. Sangat mengerikan jika tulisan yang dilahirkan menggiring pembaca pada kesesatan. Efeknya akan kembali pada diri penulis.Â
Memulai sebuah tulisan sembari berkonsultasi dengan banyak guru dan sahabat meraup manfaat tak terhingga. Bukan hanya saran-saran dahsyat yang didapat. Puluhan buku sumber pun dikantongi.Â
Malahan ada dari beliau yang memberikan hadiah. Bentuk apresiasi atas kemauan anak muda dalam berkarya. Begitu alasan yang diberikan kala hadiah diselipkan ke tangan saya.
Bismillah, dengan penuh keyakinan naskah tuntas dalam tempo dua pekan. Di sinilah hembusan angin keraguan menyeruak. Ingin menggandeng editor profesional, dana tiada.Â
Enggan menyerah, sebuah langkah tak biasa kembali ditempuh. Naskah diedit sendiri. Bahkan melibatkan teman-teman sejawat dalam merevisi naskah yang sudah di print out.
Namun, proses editing ala saya ini tampaknya tak membuat jiwa muda puas begitu saja. Terlintas sebuah pemikiran. Saya memiliki saldo di buku tabungan dengan jumlah yang lumayan. Status tabungan itu terblokir.
Tanpa pikir panjang, saya mencoba membangun komunikasi dengan beberapa pihak yang dapat membantu pencairan dana tersebut. Kesimpulan yang didapat, dana bisa dicairkan.